
Di tengah hiruk-pikuk ajang European Academy of Psychosomatic Medicine (EAPM) Annual Congress 2025 di Munich, Jerman, pada 11–13 September, Indonesia kembali diwakili oleh dr. Andri, Sp.KJ, FAPM. Psikiater berpengalaman ini memaparkan temuan klinisnya selama 17 tahun menangani pasien dengan gangguan psikosomatis, memperkaya diskusi ilmiah di tingkat global.
Sejak 2010, dr. Andri secara khusus mendalami bidang psikosomatis dan gangguan kecemasan. Dalam praktiknya, ia kerap menemui pasien yang mengeluhkan gejala fisik seperti jantung berdebar, sakit lambung, atau migrain, yang ternyata berakar dari masalah psikologis. “Ini bukan sekadar penyakit karena stres, melainkan bukti nyata keterkaitan antara pikiran dan tubuh,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa psikosomatis adalah disiplin ilmiah yang mempelajari bagaimana emosi, pikiran, dan stres kronis dapat memicu keluhan fisik.
Modul pelatihan psikosomatis
Berdasarkan pengalamannya, dr. Andri mengembangkan modul pelatihan yang pertama kali diujicobakan di Surakarta pada 2017. Modul ini bertumpu pada tiga fondasi utama:
1. Pemahaman konseptual – dasar-dasar teori psikosomatis yang kerap digunakan dalam konsultasi.
2. Keterampilan assessment klinis – kemampuan mendeteksi pasien dengan keluhan fisik berulang tanpa penyebab medis yang jelas.
3. Manajemen holistik – pendekatan berbasis bukti, mulai dari terapi bicara, teknik mindfulness, hingga penggunaan obat, yang telah teruji dalam praktik dr. Andri.
Modul ini terus diperbarui pascapandemi agar tetap relevan dengan tantangan di layanan kesehatan primer Indonesia, di mana dokter sering menghadapi pasien dengan keluhan fisik yang kompleks.

Menarik perhatian dunia medis di Munich
Dalam presentasinya, dr. Andri mengangkat topik “psikosomatik lambung,” bidang yang menjadi fokusnya sejak 2015. Pendekatannya menarik minat rekan-rekan internasional, terutama terkait penerapannya di tengah sistem kesehatan Indonesia yang padat. “Banyak yang tertarik bagaimana metode ini bisa diadaptasi di negara mereka. Faktanya, modul ini lahir dari pengalaman nyata di lapangan,” ujarnya.
Lebih dari sekadar pencapaian akademis, dr. Andri menekankan pentingnya pendekatan manusiawi dalam praktik medis. “Keluhan fisik yang bertahun-tahun tak kunjung sembuh sering kali terpecahkan ketika pasien merasa benar-benar didengar,” katanya. Keikutsertaan Indonesia dalam forum ini membuktikan bahwa negeri ini tidak hanya konsumen, tetapi juga kontributor aktif dalam pengembangan ilmu psikosomatik global.