
Pusat Studi Celios Minta MUI Keluarkan Fatwa Soal Gaji Wakil Menteri yang Rangkap Jabatan
Permintaan fatwa diajukan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang wakil menteri merangkap posisi sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pusat Studi Ekonomi dan Hukum Celios mendesak MUI memberikan panduan syariah terkait isu ini, terutama menyangkut etika pejabat negara dalam menjalankan amanah publik.
Wahyu Askar, Direktur Kebijakan Publik Celios, menegaskan bahwa meski MK telah melarang rangkap jabatan, praktik tersebut masih berlanjut. “Kami ingin fatwa MUI menjadi pedoman bagi umat Islam, khususnya pejabat, untuk mengutamakan tanggung jawab publik daripada kepentingan pribadi,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (9/9/2025).
Askar menambahkan, penerimaan gaji dari jabatan yang sudah dilarang menimbulkan persoalan etika. Oleh karena itu, Celios mendorong adanya panduan syariah yang jelas agar pejabat memahami sikap yang seharusnya diambil. “Ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi juga menyangkut moral. Peran tokoh agama penting untuk menjaga integritas pejabat,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, MUI belum memberikan tanggapan terkait permintaan fatwa tersebut. Kompas.com telah berusaha menghubungi Ketua Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, namun belum mendapat respons.
Putusan MK
Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah mengeluarkan putusan bernomor 128/PUU-XXIII/2025 yang secara tegas melarang wakil menteri merangkap jabatan. Putusan ini sekaligus mempertegas larangan serupa yang telah diatur dalam putusan MK Nomor 80/2019.
MK memberikan tenggat waktu dua tahun kepada pemerintah untuk memastikan para wakil menteri yang masih menjabat rangkap segera menyesuaikan diri dengan aturan tersebut.