
# “Bertopeng” di Tengah Keramaian: Ketika Sosialisasi Menjadi Pertunjukan
Pernahkah kamu merasa harus “berpura-pura” saat berada di kantor atau menghadiri acara keluarga? Perilaku ini dikenal dalam psikologi sebagai masking—sebuah upaya untuk menyembunyikan pikiran, emosi, atau kebiasaan demi menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
Menurut Tiffany Hodges, psikolog klinis, fenomena ini sering terlihat pada individu neurodivergen seperti mereka dalam spektrum autisme, tetapi sebenarnya bisa dialami siapa saja. “Masking biasanya muncul karena keinginan untuk diterima, takut dihakimi, atau pengalaman masa lalu yang kurang baik,” jelasnya. “Tujuannya positif, tapi sulit membedakan apakah ini demi kenyamanan atau sekadar pura-pura ‘normal’.”
Misalnya, seseorang mungkin sengaja memaksakan kontak mata atau menghindari membicarakan minat spesifiknya agar tidak dianggap aneh. Alih-alih menjadi diri sendiri, mereka mengikuti norma sosial yang dianggap lebih “aman”.
Alisha Simpson-Watt, pekerja sosial klinis, menambahkan bahwa kebiasaan ini sering terbentuk sejak kecil. “Kita diajari aturan seperti ‘harus kontak mata’ atau ‘duduk manis’, meski itu tidak nyaman. Lama-lama, masking jadi kebiasaan yang terasa wajar,” ujarnya.
## Tanda-Tanda Kamu Sering “Bertopeng”
### 1. Selasa Tampil Sempurna di Situasi Sosial
Bagi pelaku masking, interaksi sosial terasa seperti pertunjukan. “Mereka merasa harus berperan sebagai versi diri yang ‘diinginkan’ orang lain, bukan diri aslinya,” kata Karim J. Torres Sanchez, psikolog klinis.
### 2. Meniru Bahasa Tubuh Orang Lain
Jika kamu sering mengikuti gaya bicara, ekspresi wajah, atau gerakan lawan bicara tanpa sadar, bisa jadi itu tanda kamu sedang menutupi jati diri.
### 3. Menahan Perilaku Stimming
Stimming—seperti menggerakkan tangan, mengetuk, atau mengayun—adalah cara alami untuk mengatasi emosi. “Kalau kamu sengaja menahannya padahal butuh melakukannya, itu tanda masking,” jelas Simpson-Watt.
### 4. Berlatih Percakapan Sebelum Terjadi
Bagi sebagian orang, obrolan ringan terasa alami. Namun, pelaku masking kerap mempersiapkan skenario pembicaraan sebelumnya. “Mereka lebih banyak berlatih daripada mengalir,” ungkap Julie Landry, psikolog klinis.
### 5. Sulit Tenang Meski Sudah Sendirian
Masking menguras energi, bahkan setelah interaksi usai. “Seseorang mungkin terus memantau bahasa tubuh, ekspresi, atau reaksi orang lain hingga kelelahan,” papar Rae Lacanlale, terapis keluarga.
## Dampak Jangka Panjang
Meski membantu dalam situasi tertentu, masking bisa berbahaya jika terus dilakukan. “Ini memicu kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional karena selalu berusaha ‘tampak normal’,” kata Simpson-Watt. Lama-kelamaan, harga diri bisa turun dan kesehatan mental terganggu.
Pada akhirnya, menjadi diri sendiri adalah hadiah terbaik yang bisa kita berikan—baik untuk orang lain maupun untuk diri kita.