
Padel, olahraga yang kini sedang populer di Indonesia, perlahan menggeser demam bersepeda yang sempat melanda saat pandemi Covid-19. Jika dulu jalanan ramai dengan pesepeda dan toko sepeda penuh pembeli, kini lapangan padel mulai bermunculan di Jakarta dan sekitarnya.
Pergeseran Tren: Dari Sepeda ke Padel
Menurut pengamat, peralihan tren olahraga ini adalah hal yang wajar. Sosiolog Nia Elvina S.Sos., M.Si., menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan bagian dari siklus gaya hidup masyarakat.
Mengapa Tren Selalu Berubah?
“Tren dalam masyarakat bersifat siklikal. Apa yang populer di satu periode bisa berbeda di waktu berikutnya, tetapi bisa kembali lagi sekitar satu dekade kemudian,” ujar Nia kepada Kompas.com, Sabtu (9/8/2025).
Ia membandingkannya dengan mode pakaian yang selalu berganti, namun terkadang kembali ke gaya lama. Yang menarik, menurutnya, adalah siapa yang menjadi pengikut tren tersebut.
Fakta di Lapangan
Dilaporkan oleh https://www.dapetblog.com/category/tech-news/, Sabtu (9/8/2025), penjualan sepeda mewah di STC Senayan, Jakarta Pusat, turun drastis pasca-pandemi. Sebaliknya, lapangan padel semakin banyak dibangun di Jakarta, bahkan beberapa masih dalam tahap pembangunan.
Fenomena FOMO dalam Tren Olahraga
Nia menyebut bahwa pengikut tren, terutama dari kalangan menengah ke bawah, sering kali terdorong oleh FOMO (fear of missing out).
“Mereka cenderung melihat tren dari permukaan, bukan esensinya. Karena itu, mudah terpengaruh,” jelasnya.
Padahal, olahraga seperti padel atau bersepeda memerlukan biaya tidak sedikit. Raket padel bisa mencapai jutaan rupiah, sama seperti harga sepeda yang bisa tembus puluhan juta.
Bagaimana Mereka Bisa Ikut Tren?
Nia mengungkapkan, banyak masyarakat menengah ke bawah menggunakan pinjaman, baik online maupun offline, untuk memenuhi gaya hidup, termasuk mengikuti tren olahraga.
“Secara sosiologis, ini dilakukan untuk meningkatkan prestise di mata sosial,” tambahnya.
Ikut Tren Tanpa Rugi? Ini Kuncinya
Menurut Nia, mengikuti tren olahraga tidak masalah asal sesuai kemampuan dan kebutuhan.
“Jika olahraga padel dilakukan untuk kesehatan dan biayanya terjangkau, itu berarti kita memahami esensinya,” ujarnya.
Ia memberi contoh fenomena boneka Labubu:
“Membeli karena maknanya, seperti simbol motivasi, itu wajar. Tapi jika hanya karena ikut-ikutan selebriti, itu tidak berdasar.”
Hal serupa berlaku pada tren olahraga. Tanpa pertimbangan matang, risiko kerugian finansial bisa terjadi.
Berapa Lama Tren Padel Akan Bertahan?
Meski sedang naik daun, Nia memprediksi popularitas padel tidak akan bertahan lama. Seperti tren sepeda, antusiasme masyarakat akan mereda ketika muncul olahraga baru.
Pesan Penting
Kunci utama adalah memahami tujuan mengikuti tren—apakah untuk kesehatan, hobi, atau sekadar gengsi. Dengan begitu, masyarakat bisa terhindar dari risiko finansial dan kekecewaan di kemudian hari.
Tren mungkin sementara, tetapi dampak dari keputusan finansial bisa bertahan lebih lama.
Baca Juga: