
Perjalanan melawan kanker bukanlah sekadar pertarungan medis, tetapi juga ujian kesabaran dan ketahanan finansial. Proses pengobatan yang bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga tahunan tak hanya menguras tenaga fisik, tetapi juga membebani ekonomi keluarga akibat mahalnya biaya perawatan.
Beban Ganda: Fisik dan Finansial
Tekanan ganda ini sering kali memaksa keluarga pasien mengambil keputusan sulit. Tak sedikit yang awalnya memilih berobat ke luar negeri akhirnya kembali ke Indonesia karena kendala biaya dan kerumitan logistik.
“Pengobatan kanker membutuhkan waktu lama, tidak bisa diselesaikan dalam hitungan minggu. Banyak pasien yang awalnya berobat ke luar negeri akhirnya memutuskan pulang karena terbebani biaya,” jelas dr. Ronald Alexander Hukom, MHSc, SpPD, K-HOM, Ketua Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia cabang Jakarta (27/9/2025).
Kendala Logistik dan Kesadaran yang Terlambat
Selain biaya tinggi, faktor pendampingan keluarga juga menjadi penghalang. “Keluarga yang harus menemani pasien ke luar negeri sering kali kerepotan dengan perjalanan bolak-balik. Sayangnya, banyak yang baru menyadari hal ini setelah proses pengobatan berjalan,” tambah dokter dari RS Kanker Dharmais Jakarta tersebut.
Akibatnya, sebagian besar pasien memilih melanjutkan perawatan di dalam negeri dengan memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan.
Deteksi Dini: Kunci Harapan Sembuh
Meski teknologi pengobatan kanker terus berkembang, dr. Ronald menekankan pentingnya deteksi dini. “Peluang kesembuhan sangat bergantung pada stadium kanker saat pertama kali didiagnosis. Jika ditemukan di stadium 3 atau 4, pengobatan akan lebih panjang dan peluang sembuh semakin kecil,” ujarnya.
Data tahun 2023 menunjukkan, sekitar 600.000 hingga 1 juta warga Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri karena keterbatasan layanan kesehatan dan teknologi medis di dalam negeri.