Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Antara Dukungan dan Penolakan Jelang Hari Pahlawan 2025
Wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 terus memicu perdebatan. Di tengah usulan resmi pemerintah, berbagai petisi daring bermunculan, memperlihatkan polarisasi sikap masyarakat terhadap sosok pemimpin Orde Baru tersebut.
Petisi Masyarakat: Dukungan vs Penolakan
Di satu sisi, petisi penolakan gelar pahlawan bagi Soeharto mendapat respons besar. Salah satunya, petisi yang digagas Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025 telah mengumpulkan lebih dari 12.800 tanda tangan. Tak ketinggalan, petisi lain yang diluncurkan 25 Oktober 2025 juga mendekati 1.000 dukungan. Angka ini jauh melampaui petisi pendukung yang hanya meraih ratusan hingga puluhan tanda tangan.
Proses Resmi Pemerintah
Meski penolakan mengemuka, Kementerian Sosial telah mengajukan 40 nama calon penerima gelar pahlawan nasional—termasuk Soeharto. Pemerintah menegaskan semua kandidat telah memenuhi kriteria dasar setelah melalui penilaian ketat, melibatkan akademisi dan masukan publik. Keputusan akhir kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
Klaim Pemenuhan Kriteria
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan proses seleksi dilakukan secara komprehensif, mulai dari usulan daerah hingga kajian akademis. Namun, ia menekankan bahwa Presiden masih meninjau daftar sebelum menentukan keputusan.
Rekam Jejak yang Dipertanyakan
Tokoh seperti Romo Franz Magnis-Suseno mengkritik usulan ini. Meski mengakui peran Soeharto dalam stabilitas ekonomi-politik awal Orde Baru dan kontribusinya di ASEAN, Magnis menilai jasanya tak cukup menutupi dosa sejarah kepemimpinannya.
Tim Kajian Pelanggaran HAM Berat Komnas HAM mengungkap sejumlah kasus kelam masa pemerintahan Soeharto, seperti:
- Peristiwa 1965-1966
- Operasi Petrus
- Tragedi Tanjung Priok
Laporan internasional, termasuk dari PBB dan Bank Dunia, juga mencatat Soeharto sebagai salah satu pemimpin dengan praktik korupsi masif, diduga mencapai miliaran dolar AS.
Peringatan dari Parlemen
Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan pentingnya pertimbangan mendalam sebelum menganugerahkan gelar pahlawan. Menurutnya, penghargaan ini bukan sekadar simbol, melainkan memiliki bobot moral dan historis yang harus dipertanggungjawabkan.
Perdebatan ini menunjukkan betapa kompleksnya narasi sejarah Indonesia. Keputusan akhir tentang gelar pahlawan untuk Soeharto pun menjadi ujian bagi bangsa dalam memaknai kepahlawanan di era modern.





