
Keputusan Presiden Prabowo Dinilai Sarat Pertimbangan Politik
Nyarwi Ahmad, pakar komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) tidak hanya berdimensi hukum, melainkan juga mengandung muatan politik.
“Keputusan ini pasti memiliki implikasi politik dan didasarkan pada pertimbangan politik,” tegas Nyarwi dalam diskusi *Gaspol Kompas.com*, Sabtu (9/8/2025). Menurutnya, selain memanfaatkan hak prerogatif, Presiden juga mempertimbangkan aspek lain dalam mengambil keputusan tersebut.
Motif di Balik Amnesti dan Abolisi
Nyarwi menjelaskan bahwa kebijakan ini kemungkinan merupakan langkah untuk menciptakan stabilitas. “Mungkin ada hal-hal tertentu yang dianggap perlu ditangani langsung oleh Presiden, sehingga keputusan ini dinilai tepat atau bahkan wajib diambil,” ujarnya.
Ia juga mengutip pernyataan sejumlah pihak di lingkaran istana yang menyebut bahwa kebijakan ini bertujuan menjaga persatuan dan harmoni. “Para pembantu Presiden menyatakan bahwa langkah ini penting untuk rekonsiliasi dan keutuhan bangsa,” tambahnya.
Dampak Psikologis dan Politik
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong dinilai dapat meningkatkan simpati publik terhadap Prabowo, terutama di kalangan pendukung Tom yang sebelumnya kecewa dengan putusan pengadilan. “Ini bisa memperkuat hubungan emosional antara Prabowo dengan basis pendukung maupun masyarakat luas,” kata Nyarwi.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya menyasar elite, melainkan juga berupaya membangun rekonsiliasi di tingkat yang lebih luas.
Detail Putusan Hukum
Sebelumnya, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, elite PDI-P yang dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. DPR menyetujui usulan tersebut pada 31 Juli 2025, bersama amnesti untuk 1.116 terpidana lainnya.
Sementara itu, abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong menghentikan seluruh proses hukum terhadapnya, termasuk putusan dan penuntutan dalam kasus korupsi impor gula yang membuatnya divonis 4,5 tahun penjara. Status hukumnya pun dihapuskan sepenuhnya.