
Ritual sunat perempuan masih menjadi tradisi yang tersebar luas di berbagai wilayah Indonesia. Temuan ini dipaparkan oleh Lies Marcoes Nasir, peneliti isu gender, dalam sebuah diskusi bertema “Kajian Etnografi Sunat Perempuan: Konstruksi Gender, Peranan Lembaga Keagamaan, dan Peluang Penghapusannya” di Jakarta, seperti dilaporkan Antara pada Senin (28/7/2025).
Lies menekankan pentingnya peningkatan pemahaman masyarakat karena praktik ini berkaitan erat dengan budaya yang memarginalkan perempuan. “Edukasi menjadi kunci sebab sunat perempuan bersumber dari kultur yang merendahkan martabat perempuan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa masalah ini tidak sekadar menyangkut aspek kesehatan, tetapi juga erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya dan agama yang turut memperkuat ketidaksetaraan gender. Lebih lanjut, Lies menyoroti bahwa sunat perempuan seringkali dijadikan alat untuk mengendalikan seksualitas kaum hawa.
“Baik dilakukan secara medis maupun kultural, motivasi di baliknya tetaplah sama. Ini adalah bentuk kontrol budaya terhadap seksualitas perempuan. Di situlah letak bahayanya,” tegas peneliti tersebut.