Wacana Kenaikan Tarif Transjakarta Masih Jadi Pertimbangan Serius Pemprov DKI
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung, masih mempertimbangkan rencana kenaikan tarif Transjakarta yang belum berubah sejak 2004. Tarif tetap Rp3.500 selama dua dekade ini kini menghadapi tantangan besar karena beban subsidi semakin membengkak, terutama setelah pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
Biaya Operasional vs Subsidi yang Membebani
Setiap penumpang Transjakarta sebenarnya menanggung biaya operasional sebesar Rp13.000 per trip. Namun, masyarakat hanya membayar Rp3.500—sekitar 14% dari total biaya—sementara sisanya, Rp9.700, ditanggung pemerintah melalui subsidi. Ketimpangan ini menjadi alasan utama mengapa penyesuaian tarif mulai dipertimbangkan.
Respons Masyarakat yang Terbelah
Gubernur Pramono mengakui bahwa keputusan ini tidak mudah karena masyarakat terpecah dalam menyikapi kemungkinan kenaikan tarif. Kepala Dinas Perhubungan DKI, Syafrin Liputo, menegaskan bahwa jika tarif benar-benar disesuaikan, pemerintah akan mempertimbangkan kemampuan (ability to pay) dan kesediaan (willingness to pay) masyarakat.
Perlindungan untuk Kelompok Rentan Tetap Jadi Prioritas
Meski tarif mungkin naik, pemerintah memastikan 15 golongan masyarakat—termasuk pelajar, penyandang disabilitas, dan lansia—tetap bisa menggunakan layanan Transjakarta secara gratis. Kebijakan ini dipertahankan sebagai bentuk perlindungan bagi kelompok yang paling membutuhkan.
Saat ini, Pemprov DKI sedang mengevaluasi besaran tarif baru. Berbagai usulan dari masyarakat berkisar antara Rp5.000 hingga Rp7.000. Keputusan akhir belum diambil karena pemerintah masih melakukan simulasi dan kajian mendalam untuk mencari titik tengah antara keberlanjutan layanan dan keterjangkauan bagi warga Jakarta.




