
Empati Wakil Rakyat: Antara Harapan dan Realita
Empati sering dianggap sebagai modal utama bagi para wakil rakyat. Namun, dalam kenyataannya, tidak sedikit masyarakat yang merasa bahwa pejabat dan anggota legislatif justru kurang peka terhadap kesulitan yang dihadapi rakyat.
Menurut Psikolog Klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., Psikolog, fenomena ini bisa muncul akibat berbagai faktor, mulai dari aspek sosial, psikologis, hingga struktural.
Faktor yang Mengurangi Empati Wakil Rkyat
1. Jurang Sosial-Ekonomi
Psikolog Joko menyoroti bahwa perbedaan kondisi sosial-ekonomi antara wakil rakyat dan masyarakat biasa dapat menjadi penghalang empati.
“Banyak dari mereka hidup dalam kenyamanan yang jauh berbeda dengan rakyat kebanyakan. Jika mereka berasal dari latar belakang sederhana, mungkin empatinya masih terjaga,” ujarnya.
2. Birokrasi dan Formalitas Jabatan
Sistem birokrasi yang kaku juga berperan dalam mengurangi kepekaan pejabat. Alih-alih fokus pada aspirasi masyarakat, mereka sering terjebak dalam rutinitas administratif dan protokol formal.
“Status sebagai wakil rakyat kadang membuat mereka melihat segala sesuatu dari sudut pandang aturan, bukan dari sisi kemanusiaan,” jelas Joko.
3. Pengaruh Lingkaran Kekuasaan
Privilege, kepentingan politik, dan budaya di lingkaran kekuasaan turut memengaruhi sikap para pejabat. Joko mencontohkan fenomena pejabat yang ikut-ikutan tren tidak relevan, seperti joget-joget, tanpa mempertimbangkan kesan di mata publik.
“Mereka mungkin merasa harus mengikuti arus agar tidak kehilangan privilege atau kehormatan dalam lingkaran tersebut,” tambahnya.
Pentingnya Membangun Kepercayaan Publik
Meski demikian, Joko mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada penilaian sepihak. Tidak semua wakil rakyat abai terhadap tanggung jawabnya.
“Media sosial sering menampilkan cuplikan yang tidak utuh. Padahal, konteks sebenarnya bisa berbeda,” tegasnya.
Menurutnya, kepercayaan masyarakat akan tumbuh jika kebijakan yang dibuat benar-benar dirasakan manfaatnya.
Belajar Menilai Secara Objektif
Joko juga mengajak publik untuk lebih kritis dalam menilai kinerja wakil rakyat.
“Jangan hanya mengandalkan framing media sosial. Perlu verifikasi dan pemahaman konteks yang lebih lengkap,” pesannya.
Dengan demikian, diperlukan sinergi antara upaya pejabat untuk meningkatkan empati dan kesadaran masyarakat dalam menilai secara adil. Ini menjadi kunci untuk memperkuat hubungan antara rakyat dan pemimpinnya.