
Gaslighting, sebuah bentuk manipulasi psikologis yang licik, sering kali membuat korbannya bingung dan meragukan diri sendiri. Taktik ini bisa muncul dalam berbagai jenis hubungan, mulai dari percintaan, persahabatan, keluarga, hingga dunia profesional. Pelaku atau *gaslighter* biasanya berusaha mempertahankan dominasi dengan cara mengaburkan fakta, menyangkal kesalahan, atau bahkan menyalahkan korban.
Menurut Dr. Cynthia Edwards-Hawver, PsyD, seorang psikolog klinis, *gaslighter* cenderung menghindari topik tertentu yang berpotensi mengganggu kendali mereka. “Mengakui kesalahan berarti kehilangan kekuasaan, dan itu adalah ketakutan terbesar mereka,” ujarnya, seperti dikutip *Parade* (18/9/2025). Lalu, topik apa saja yang paling mereka hindari?
Topik yang Sering Dihindari oleh Gaslighter
1. Kesalahan Masa Lalu Mereka
*Gaslighter* jarang mau membahas kesalahan yang pernah mereka perbuat. Ketika topik ini muncul, mereka akan berusaha mengalihkan pembicaraan, menyalahkan orang lain, atau memutarbalikkan cerita. “Mereka selalu menghindari situasi di mana mereka harus bertanggung jawab,” jelas Dr. Carolina Estevez, PsyD dari SOBA New Jersey. Salah satu strategi yang sering dipakai adalah DARVO (*Deny, Attack, Reverse Victim, and Offender*), yaitu memutar balik fakta agar korban justru terlihat sebagai pihak yang bersalah.
2. Perasaan dan Pengalaman Korban
Meski mengungkapkan emosi adalah bagian dari komunikasi sehat, *gaslighter* justru melihatnya sebagai ancaman. “Mengakui perasaanmu berarti memberi legitimasi pada sudut pandangmu, sementara mereka ingin kamu meragukan realitasmu sendiri,” kata Estevez. Tak jarang, mereka merendahkan perasaan korban dengan menyebutnya “terlalu sensitif” atau “dramatis.”
3. Permintaan Maaf yang Tulus
*Gaslighter* hampir tidak pernah meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Jika pun ada, biasanya hanya berupa permintaan maaf palsu seperti, “Maaf kamu merasa seperti itu,” tanpa pengakuan kesalahan atau perubahan perilaku. “Permintaan maaf yang tulus meruntuhkan ilusi superioritas mereka,” tegas Edwards-Hawver.
4. Fakta yang Bertentangan dengan Cerita Mereka
Mereka sangat mahir memutarbalikkan narasi agar selalu tampak benar. Bukti konkret seperti pesan teks, rekaman, atau saksi mata bisa menjadi ancaman besar. “Konfrontasi dengan fakta akan merusak versi realitas yang mereka ciptakan,” papar Estevez. Itulah mengapa mereka menghindari diskusi yang melibatkan data objektif.
5. Pembicaraan Jujur tentang Hubungan
Dalam hubungan yang sehat, membahas dinamika relasi adalah hal penting. Namun, *gaslighter* justru menghindari percakapan semacam ini. “Membicarakan hubungan secara mendalam berisiko mengekspos ketidakseimbangan atau luka emosional,” ungkap Estevez. Mereka mungkin akan mengalihkan topik atau menuduh korban “mencari masalah.”
6. Batasan Pribadi
*Gaslighter* tidak suka membicarakan batasan karena hal itu membatasi ruang gerak mereka. “Mereka cenderung menghindar saat kamu menetapkan batas yang jelas,” kata Estevez. Jika korban bersikeras, mereka mungkin merespons dengan komentar manipulatif seperti, “Kamu lebay banget sih!”
7. Rencana yang Melibatkan Orang Lain
*Gaslighter* lebih nyaman beroperasi satu lawan satu karena lebih mudah mengontrol situasi. Mereka sering menghindari acara sosial di mana banyak orang bisa mendukung versi cerita korban. “Kehadiran orang lain bisa mengancam dominasi mereka,” jelas Edwards-Hawver.
Gaslighting adalah bentuk manipulasi yang dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental korban. Dengan mengenali pola dan topik yang dihindari *gaslighter*, kita bisa lebih waspada terhadap perilaku manipulatif ini. “Begitu kamu menyadari polanya, kamu bisa mulai mengambil kembali kendali atas hidupmu,” pungkas Estevez.