
Empati di Era Digital: Kunci Menghindari Perundungan Online
Kasus kematian mahasiswa Universitas Udayana, Timothy Anugerah Saputra, dan aksi perundungan yang menyertainya, mengingatkan kita betapa pentingnya empati dalam interaksi digital. Psikolog Vera Itabiliana menjelaskan bahwa empati bukan sekadar memahami perasaan orang lain, tetapi juga merespons dengan tepat, baik di dunia nyata maupun di ruang maya.
Mengapa Empati Digital Penting?
Komunikasi online sering kali kehilangan elemen emosional seperti ekspresi wajah atau nada suara, sehingga pesan mudah disalahartikan. Vera menyebutkan, “efek jarak digital” membuat orang merasa lebih berani menulis hal-hal yang tak akan mereka ucapkan secara langsung. Faktor lain seperti tekanan emosional, kebutuhan akan pengakuan, atau sekadar ikut arus juga turut memicu komentar negatif.
Langkah Nyata Melawan Perundungan Online
Berdiam diri saat melihat perundungan bisa diartikan sebagai persetujuan. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan:
- Melaporkan konten yang mengandung kebencian
- Memberi dukungan pada korban
- Tidak memberikan engagement pada komentar negatif
Vera juga menyarankan prinsip “pause before post” dan 3T (Tepat waktu, Tepat konteks, Tepat cara) dalam berinteraksi di dunia digital. Empati bisa dimulai dari hal sederhana, seperti memikirkan dampak kata-kata sebelum mengunggahnya. Di era serba terkoneksi ini, empati bukan hanya keterampilan sosial, melainkan tanggung jawab moral setiap pengguna internet.