
Kasus viral yang melibatkan anak Wali Kota Prabumulih memantik perdebatan tentang sikap ideal orangtua saat anak mendapat teguran dari guru. Insiden ini bermula ketika sang anak dilarang membawa mobil ke sekolah, meski dikemudikan oleh sopir keluarga.
Wali Kota Prabumulih, Arlan, mengungkapkan kekesalannya saat bercerita di Kantor Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI, Jakarta Pusat. “Anak saya diantar sopir, bukan menyetir sendiri. Saat dilarang masuk, dia langsung turun. Saat itu hujan, semua anak basah,” tuturnya pada Kamis (18/9/2025).
Akibat kejadian tersebut, Arlan meminta Kepala Dinas Pendidikan menegur kepala sekolah SMP 1 Prabumulih, Roni. Meski sempat mengancam pencopotan jabatan, ia akhirnya mengakui kesalahan dan meminta maaf. Kepala sekolah pun tidak jadi dinonaktifkan, sementara anak Arlan memilih pindah sekolah.

Langkah Tepat Orangtua Saat Anak Ditegur Guru
Respons orangtua terhadap teguran guru bisa beragam—mulai dari bersikap tenang hingga langsung mengambil tindakan. Lantas, kapan sebaiknya orangtua hanya mendampingi, dan kapan perlu turun tangan?
-
Dengarkan cerita anak tanpa langsung bereaksi
Psikolog keluarga Sukmadiarti Perangin-angin menekankan pentingnya mendengar keluh kesah anak terlebih dahulu. “Anak butuh merasa didengar dan diterima. Beri respons hangat seperti pelukan atau kata-kata menenangkan,” ujarnya kepada Kompas.com (22/9/2025). Dengan begitu, orangtua bisa menilai apakah teguran guru sesuai aturan atau perlu diklarifikasi.

-
Kapan orangtua harus turun tangan?
Menurut Sukmadiarti, intervensi diperlukan jika anak dipermalukan, diperlakukan tidak adil, atau mendapat teguran berlebihan. “Teguran biasa adalah bagian pendidikan. Tapi jika merendahkan harga diri, orangtua wajib klarifikasi dengan tenang,” jelasnya. Proses ini sebaiknya dimulai dari wali kelas atau guru BK.
-
Jangan langsung membela tanpa alasan
Sikap defensif berlebihan justru berdampak buruk pada anak, seperti sulit menerima kritik atau merasa selalu benar. “Orangtua harus membantu anak menghadapi konsekuensi, bukan menghindarkannya,” tegas Sukmadiarti. Misalnya, dengan meminta anak meminta maaf atau memperbaiki kesalahan.
Manfaat kerja sama orangtua dan guru
Kolaborasi sehat antara guru dan orangtua dapat meningkatkan motivasi belajar dan kesehatan mental anak. Sebaliknya, konflik terbuka berisiko membuat anak bingung dan kehilangan kepercayaan diri. Jika emosi sulit dikendalikan, Sukmadiarti menyarankan konsultasi dengan psikolog keluarga.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Wali Kota Prabumulih, Ini Cara Menjalin Hubungan Sehat dengan Guru