
Harmonisasi Pajak Kendaraan Bermotor: Usulan Atong Soekirman untuk Perbaiki Daya Beli
Atong Soekirman, Asisten Deputi Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kementerian Koordinator Perekonomian, mengusulkan langkah harmonisasi pajak kendaraan bermotor di Indonesia. Salah satu rekomendasinya adalah menyamakan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBnKB) untuk mobil konvensional dengan kendaraan listrik murni (BEV).
BBnKB sebagai Langkah Awal
“Pajak kendaraan saat ini cukup besar, hampir 40 persen. Kita bisa mulai dengan pendekatan non-pajak, yaitu BBnKB,” ujar Atong pada Kamis (25/9/2025). Usulan ini muncul seiring perkembangan penjualan kendaraan nasional. Di semester I/2025, dari total 374.740 unit mobil terjual, BEV menyumbang 36.611 unit atau 9,77 persen—angka tertinggi dalam sejarah mobil listrik di Indonesia.
Sebagai perbandingan, pada 2021, pangsa BEV hanya 0,08 persen. Namun, mayoritas kendaraan listrik yang beredar masih impor utuh (CBU). Sementara itu, mobil bermesin konvensional (ICE) mengalami penurunan kontribusi dari 99,64 persen menjadi 82,51 persen (309.200 unit), yang berdampak pada industri otomotif lokal.
Pasar Kendaraan yang Melambat
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan penjualan kendaraan roda empat sebesar 8,6 persen, dari 410.020 unit menjadi 374.740 unit. Atong menilai, penyesuaian BBnKB bisa dilakukan melalui Peraturan Menteri, tanpa perlu revisi undang-undang.
“Permendagri No. 6/2023 tentang BBnKB untuk mobil listrik bisa menjadi acuan. Ini bisa membantu menurunkan harga dan meningkatkan daya beli,” jelasnya. Ia menambahkan, BBnKB lebih mudah diatur dibanding PPN atau PPnBM yang memerlukan perubahan undang-undang.
Kompleksitas Pajak Kendaraan di Indonesia
Di Indonesia, pembeli kendaraan menghadapi berbagai beban pajak, seperti BBnKB (12,5 persen), PPN (11 persen), PPnBM, asuransi SWDKLLJ, hingga biaya STNK dan TNKB. Totalnya bisa mencapai 40 persen—jauh lebih tinggi dibanding Thailand (PPN 7 persen) dan Malaysia.
“Untuk bersaing dengan Thailand, perlu ada pengorbanan. Sulit menurunkan harga mobil jika pajak tetap setinggi ini,” kata Riyanto, Peneliti Senior LPEM FEB UI. Atong pun menekankan, usulan penyesuaian BBnKB—baik pengurangan 50 persen, 5 persen, atau bahkan penghapusan—bisa menjadi solusi untuk membuat harga kendaraan lebih terjangkau.
Ilustrasi Kendaraan Bermotor di Jakarta
Ilustrasi Mobil Listrik