
Kuman tuberkulosis (TB) yang kebal obat muncul sebagai akibat dari kegagalan dalam proses pengobatan penyakit tersebut. Kondisi ini tidak hanya membuat penyembuhan menjadi lebih sulit, tetapi juga meningkatkan potensi penularan. Menurut dr. Santi, Health Management Specialist Corporate HR Kompas Gramedia, resistensi obat pada bakteri TB terjadi ketika terapi pengobatan tidak berjalan optimal. “Kuman yang kebal obat ini muncul karena kegagalan dalam pengobatan TB,” jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima *Kompas.com* pada Jumat (15/8/2025).
Tiga Penyebab Utama Kegagalan Pengobatan
Santi memaparkan tiga faktor utama yang dapat menyebabkan pengobatan TB tidak berhasil:
- Kesalahan dokter dalam meresepkan obat anti-TB (OAT), termasuk ketidaktepatan dosis, jadwal pemberian, atau durasi pengobatan
- Kesalahan dalam penyerahan obat oleh apotek
- Ketidakdisiplinan pasien dalam mengikuti aturan minum obat atau tidak menyelesaikan masa pengobatan hingga tuntas
Dari ketiga faktor tersebut, ketidakpatuhan pasien menjadi penyebab paling umum. Hal ini sering terjadi karena durasi pengobatan yang panjang, jumlah obat yang harus dikonsumsi, efek samping seperti mual dan kelelahan, serta tantangan ekonomi dan stigma sosial yang dihadapi penderita TB.
Dampak Serius TB Kebal Obat
Santi menekankan bahwa TB yang resisten terhadap obat jauh lebih sulit ditangani. Pengobatannya memakan waktu lebih lama, biayanya lebih tinggi, dan risiko kematiannya lebih besar. “Seseorang yang tertular TB kebal obat bisa mengalami TB laten dan berpotensi berkembang menjadi TB aktif, meski sebelumnya tidak pernah sembarangan mengonsumsi obat TB,” ujarnya. Penularannya pun sama seperti TB biasa, yaitu melalui udara yang terkontaminasi droplet dari penderita.
Alasan Lama Pengobatan TB
Bakteri TB memiliki dua fase, yaitu aktif dan dorman (tidur). Kuman aktif relatif lebih mudah diatasi, sedangkan kuman dorman memerlukan waktu lebih lama untuk dimusnahkan. Rata-rata, pengobatan TB berlangsung selama enam bulan—dua bulan pertama untuk membasmi kuman aktif dan empat bulan berikutnya untuk memberantas kuman dorman. “Banyak pasien berhenti minum obat setelah dua bulan karena gejala sudah mereda. Padahal, yang baru teratasi adalah kuman aktifnya saja,” jelas Santi.
Pentingnya Pendampingan PMO
Untuk mencegah pasien putus obat, Santi menyarankan peran Pengawas Minum Obat (PMO). PMO bertugas memastikan pasien mengonsumsi obat secara teratur, sesuai resep dokter, hingga masa pengobatan selesai. “Kehadiran PMO dapat meningkatkan tingkat kesembuhan dan memutus mata rantai penularan TB,” tegasnya.