Belakangan ini, *thrifting* atau berburu pakaian bekas semakin populer di kalangan anak muda. Selain karena harganya yang ramah kantong, aktivitas ini juga dipicu oleh keinginan untuk menemukan gaya busana yang unik dan berbeda dari yang biasa tersedia di pasaran. Banyak generasi muda berpendapat bahwa produk lokal masih kurang berani dalam bereksperimen dengan desain, cenderung memilih konsep yang simpel dan aman.
Pilihan Gaya yang Lebih Berani
Aika (19), salah satu penggemar *thrifting*, mengungkapkan bahwa tren fashion anak muda saat ini, seperti *skena*, *starboy*, atau *style culture*, menuntut keberagaman dan kreativitas yang tinggi. Sayangnya, menurutnya, produk lokal seringkali terkesan monoton dengan model yang kurang berkembang. Di sisi lain, pakaian bekas impor yang dijual di toko *thrift* justru menawarkan beragam potongan, warna, dan detail yang sulit ditemukan di merek dalam negeri. Inilah yang membuat *thrifting* tetap menjadi favorit bagi Aika dan banyak pembeli lainnya.
Harapan untuk Brand Lokal
Meski begitu, tidak sedikit konsumen yang berharap agar *brand* lokal dapat lebih inovatif dan mengikuti perkembangan tren. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang melarang impor pakaian bekas ilegal demi melindungi industri fashion dalam negeri. Dengan begitu, diharapkan produk lokal bisa bersaing dan memenuhi selera anak muda yang dinamis.







