
Jakarta –
Keinginan untuk meraih segala sesuatu secara instan, termasuk dalam meraih posisi kekuasaan, seringkali menjadi godaan bagi sebagian orang. Padahal, untuk menduduki jabatan penting, terutama di ranah pemerintahan, diperlukan proses dan kesiapan yang matang. Memperoleh posisi dengan cepat tanpa melalui tahapan yang semestinya justru berisiko, karena kemampuan seseorang belum tentu sejalan dengan tanggung jawab yang harus diemban.
Bagi orang tua yang menginginkan anaknya tumbuh menjadi sosok pemimpin yang berwibawa, salah satu kuncinya adalah menanamkan nilai kesabaran sejak dini. Lantas, bagaimana cara mengajarkan kesabaran kepada anak? Berikut penjelasan dari Nanda Erfani Saputri, M.Psi., psikolog klinis anak dan remaja dari Layanan Psikologi JEDA di Bandar Lampung, dalam wawancara pada Senin (1/9/2025).
Langkah-Langkah Melatih Kesabaran Anak
Uji Marshmallow dan Pentingnya Menunda Kepuasan
Salah satu metode yang bisa diterapkan untuk melatih kesabaran anak adalah dengan melatihnya menunda kepuasan atau *delayed gratification*. Nanda menjelaskan, anak-anak cenderung menginginkan segala sesuatu secara langsung dan kesulitan untuk menunggu.
“Kondisi ini sering disebut *immediate gratification*, di mana anak sulit mengendalikan diri dan tidak sabar,” ujar Nanda.
Untuk mengatasi hal ini, orang tua disarankan tidak serta-merta memenuhi keinginan anak saat itu juga. Sebaliknya, latih anak untuk menunggu demi hasil yang lebih baik di kemudian hari.
“Ada sebuah penelitian terkenal dari Stanford University bernama *marshmallow test*, yang menguji kemampuan anak dalam menunda kepuasan dan mengontrol diri,” jelasnya.
Dalam penelitian tersebut, anak-anak diminta memilih antara mendapatkan satu *marshmallow* saat itu juga atau menunggu 20 menit untuk memperoleh dua *marshmallow*. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang mampu menunda kepuasan cenderung memiliki kemampuan sosial, kognitif, serta pengendalian emosi yang lebih baik.
“Anak-anak yang sabar menunggu juga memiliki harga diri lebih tinggi dan lebih mampu mengelola dorongan impulsif,” tambah Nanda. Sebaliknya, anak yang langsung mengambil keputusan instan menunjukkan hasil yang kurang optimal dalam perkembangan sosial dan emosionalnya.