
Skrining Psikologis Pranikah: Persiapan Penting bagi Pasangan Muda
Semakin banyak pasangan muda yang tertarik menjalani skrining psikologis pranikah sebagai langkah persiapan sebelum menikah. Namun, proses ini tidak sekadar mengisi formulir—pasangan perlu mempersiapkan diri secara menyeluruh. Menurut Maharani Galuh Safitri, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan co-founder Pulih Bersama LARA, persiapan sebelum skrining justru menjadi kunci utama. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mengikuti tes ini.
Apa yang Disiapkan Sebelum Skrining Psikologis Pranikah?
1. Siap Mental Menerima Hasil
Hasil skrining psikologis tidak selalu sesuai harapan. Bisa jadi, pasangan menemukan perbedaan pola pikir, nilai hidup, atau bahkan luka masa lalu yang belum sepenuhnya pulih.
“Yang terpenting adalah kesiapan mental setiap individu dalam hubungan. Keduanya harus siap menerima sisi baik maupun buruk dari pasangan,” jelas Maharani dalam wawancara dengan Kompas.com (31/7/2025).
Kesiapan mental ini mencakup kemampuan menerima hasil tanpa sikap defensif, menyalahkan, atau terburu-buru mengambil keputusan.
2. Mau Berdiskusi dengan Terbuka
Skrining psikologis bukan ajang menentukan siapa yang lebih benar, melainkan bahan diskusi untuk memahami perbedaan secara dewasa.
“Pasangan harus bersedia mencari jalan tengah dari konflik yang muncul dalam hubungan. Kedewasaan sangat dibutuhkan,” tambah Maharani.
Komitmen untuk menyelesaikan masalah, bukan menghindar atau memaksakan pendapat, menjadi kunci dalam proses ini.
3. Komitmen untuk Jujur Selama Proses
Kejujuran menjadi faktor penentu akurasi hasil skrining. Dalam layanan seperti *Before We Say Yes*, pasangan mengisi formulir refleksi secara terpisah.
Jika ada manipulasi atau ketidakjujuran, hasilnya tidak akan menggambarkan kondisi sebenarnya dan justru berpotensi menyesatkan saat didiskusikan bersama.
4. Menyiapkan Biaya Layanan
Skrining psikologis umumnya berbayar, dengan biaya bervariasi tergantung jenis layanan.
“Di *Before We Say Yes*, biaya berkisar Rp 150.000 hingga Rp 300.000, tergantung kedalaman analisis, termasuk tes kepribadian,” ujar Maharani.
Beberapa layanan juga menawarkan konsultasi lanjutan dengan psikolog, sehingga penting bagi pasangan untuk merencanakan anggaran sejak awal.
5. Kesediaan Kedua Pihak untuk Ikut Serta
Proses ini hanya efektif jika kedua pasangan mengikutinya dengan kesadaran penuh, bukan karena paksaan.
Tanpa kemauan bersama, skrining justru berisiko menimbulkan ketegangan baru dalam hubungan.
6. Bersedia Menyelesaikan Konflik Berdasarkan Saran Ahli
Setelah skrining, pasangan akan mendapat saran dari psikolog untuk mengatasi perbedaan atau konflik.
“Perbedaan nilai hidup jangan diperdebatkan sampai memicu konflik, melainkan dijadikan bahan refleksi,” pesan Maharani.
Dengan saran ahli, pasangan diharapkan bisa mengambil langkah tepat dalam menyelesaikan masalah.
Skrining psikologis pranikah bukan sekadar mencari kecocokan, melainkan proses refleksi untuk membangun kejujuran dan pertumbuhan bersama. Dengan persiapan matang, pasangan dapat menjadikannya fondasi kuat bagi pernikahan yang lebih stabil secara emosional.