
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengambil langkah tegas dengan mencabut izin edar 16 produk kosmetik yang ternyata disalahgunakan sebagai bahan injeksi. Padahal, produk-produk ini tidak memenuhi standar keamanan sebagai obat dan berpotensi membahayakan kesehatan konsumen.
Melalui unggahan di Instagram resminya pada Kamis (31/7/2025), BPOM menegaskan bahwa produk-produk tersebut telah ditarik dari peredaran dan akan dimusnahkan. Penyalahgunaan kosmetik dengan cara disuntik atau menggunakan microneedle dinilai sangat berisiko dan melanggar regulasi yang berlaku.
Tidak terdaftar atau izin edar telah habis
BPOM mengungkapkan bahwa salah satu produk, yaitu GLAFIDSYA Glowing Booster Cell, tidak tercatat dalam sistem mereka. Sementara itu, RIBESKIN X Pink Shooter sudah tidak memiliki izin edar sejak Februari 2025. Adapun RIBESKIN Superficial Pink Aging telah dicabut izinnya lebih awal, tepatnya pada 2 Februari 2024.
Produk-produk ini dipasarkan sebagai kosmetik biasa, tetapi digunakan dengan cara yang seharusnya hanya diperbolehkan untuk obat, yaitu melalui metode injeksi.
Daftar produk kosmetik yang disalahgunakan
Tangkapan layar produk kosmetik berbahaya temuan BPOM RI, Jumat (31/7/2025). BPOM mencabut izin edar 16 produk kosmetik berbahaya yang disalahgunakan untuk injeksi dan mengingatkan risiko serius bagi kesehatan.
BPOM mengidentifikasi 16 produk yang terbukti disalahgunakan antara September 2023 hingga Oktober 2024, di antaranya:
- PDRN.S by Bellavita
- Sapphire PDRN
- RIBESKIN Superficial Pink Aging
- Goddeskin DNA Salmon di Rumah Aja
- MESOLOGICA MD Celluli
- MESOLOGICA MD CELLULI-D
- MESOLOGICA MD Hair Crum Powder
- Exomatrix
- Sapphire Aqua Drop
- Curenex Lipo
- Lipo Lab PPC Solution
- MCCM Deoxycholic
- MCCM Organic Silicon
- MCCM Cellulite Cocktails
- MCCM Hyaluronic Acid 1%
- MCCM Vitamin C
Semua produk ini digunakan dengan metode injeksi atau microneedle, padahal menurut Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022, kosmetik hanya boleh diaplikasikan pada permukaan kulit. Sementara itu, produk yang digunakan melalui injeksi harus memenuhi standar obat dan hanya boleh diberikan oleh tenaga medis profesional.
Risiko kesehatan dan sanksi hukum
Menyuntikkan kosmetik tanpa pengawasan medis dapat memicu berbagai masalah kesehatan, seperti reaksi alergi, infeksi, kerusakan jaringan, hingga efek sistemik yang serius.
Pelaku usaha yang memproduksi atau mendistribusikan produk tidak sesuai aturan dapat dikenai sanksi administratif dan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. BPOM menegaskan bahwa pelanggar bisa dihukum penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp 5 miliar.
Dorongan partisipasi masyarakat
BPOM mengapresiasi peran masyarakat yang aktif melaporkan produk kosmetik berbahaya. “Keterlibatan publik sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman untuk obat, makanan, dan kosmetik,” tulis BPOM.
Masyarakat diimbau untuk selalu memverifikasi legalitas produk melalui saluran resmi BPOM dan menghindari kosmetik yang menjanjikan hasil instan tetapi digunakan dengan cara berisiko seperti injeksi.