
Abraham Samad Dipanggil Polisi Usai Bahas Ijazah Jokowi di Podcast
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan bahwa pemanggilannya oleh Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) berawal dari konten podcast di kanal YouTube miliknya. Ia menegaskan bahwa pembahasan tersebut bersifat edukatif dan bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban.
“Pemanggilan ini berkaitan dengan aktivitas saya selama ini, yakni menyajikan diskusi untuk edukasi, pencerahan, serta kritik konstruktif,” ujar Abraham saat memenuhi panggilan penyidik, Rabu (13/8/2025). Ia menilai tindakan polisi ini sebagai upaya membatasi kebebasan berekspresi.
“Jika podcast saya dianggap bermuatan pidana hingga harus dipanggil, ini jelas bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat,” tegasnya. Abraham datang didampingi sejumlah tokoh, termasuk mantan Sekjen Kementerian BUMN Said Didu, eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia Todung Mulya Lubis. Turut hadir aktivis dari KontraS, LBH Jakarta, dan organisasi lainnya.
Kasus Naik ke Tahap Penyidikan
Polda Metro Jaya telah meningkatkan status laporan terkait tuduhan ijazah palsu Jokowi ke tahap penyidikan sejak Kamis (10/7/2025). Subdit Keamanan Negara menangani enam laporan, termasuk satu laporan dari Jokowi sendiri soal pencemaran nama baik.
“Lima laporan lain berasal dari pelimpahan polres, dengan objek kasus penghasutan. Tiga di antaranya sudah naik ke penyidikan, sementara dua lainnya dicabut karena pelapor tidak memenuhi panggilan klarifikasi,” jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary. Meski begitu, polisi tetap akan mengevaluasi dua laporan yang dicabut tersebut.
Dalam laporannya, Jokowi menyebut lima nama: Roy Suryo Notodiprojo, Rismon Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyassuma, dan Kurnia Tri Royani. Namun, setelah penyidikan, daftar terlapor bertambah termasuk Abraham Samad, Mikhael Sinaga, dan Aldo Husein.
Kasus ini menjerat sejumlah pasal, seperti Pasal 310 dan 311 KUHP serta UU ITE terkait pencemaran nama baik dan penyebaran informasi elektronik.