
Tren *Flexing* di Media Sosial: Lebih dari Sekadar Pamer
Memamerkan kekayaan atau gaya hidup mewah di media sosial, atau yang dikenal dengan istilah *flexing*, sudah menjadi hal biasa. Mulai dari foto liburan mewah hingga koleksi barang branded, aktivitas ini seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan digital. Namun, di balik itu, ternyata ada alasan psikologis yang lebih dalam daripada sekadar pamer.
Menurut Psikolog Klinis Maria Fionna Callista, motivasi di balik *flexing* sangat beragam dan tidak selalu berkaitan dengan keinginan untuk pamer. “Tujuan *flexing* itu berbeda-beda, tergantung pada motivasi intrinsik dan eksternal seseorang,” ujarnya dalam wawancara dengan *Kompas.com* (3/9/2025).
Berikut tujuh alasan mengapa seseorang gemar melakukan *flexing* di media sosial.
7 Alasan Orang Melakukan *Flexing* di Media Sosial
1. Ekspresi Identitas Diri
Fionna menjelaskan bahwa banyak orang menggunakan *flexing* sebagai cara untuk mengekspresikan jati diri mereka. “Orang-orang cenderung menunjukkan identitasnya melalui apa yang dimiliki, dicapai, atau gaya hidup tertentu,” katanya. Dengan kata lain, media sosial menjadi panggung untuk menampilkan siapa diri mereka sebenarnya.
2. Bentuk Kebanggaan atas Pencapaian
*Flexing* juga bisa menjadi cara seseorang menunjukkan kebanggaan atas usaha dan pencapaiannya. “Bisa jadi ini adalah bentuk apresiasi terhadap kerja keras yang telah dilakukan,” ujar Fionna. Bagi sebagian orang, ini bukan sekadar pamer, melainkan perayaan atas kesuksesan yang diraih.
3. Strategi *Self-Branding*
Menurut Fionna, *flexing* bisa menjadi alat untuk membangun citra diri. “Ini adalah bentuk *self-branding*, misalnya ingin dikenal sebagai sosok sukses dalam bidang tertentu,” jelasnya. Dengan demikian, *flexing* bisa menjadi strategi untuk memperkuat identitas personal maupun profesional di mata publik.
4. Bukti Kesuksesan Profesi
Terkadang, *flexing* digunakan untuk menginspirasi orang lain. “Dengan menunjukkan kesuksesan yang diraih, seseorang bisa memotivasi orang lain bahwa profesi tertentu bisa membawa hasil memuaskan,” kata Fionna. Contohnya, seorang pengusaha mungkin memamerkan pencapaian bisnisnya untuk menunjukkan potensi kesuksesan di bidang tersebut.
5. Cerminan Kemandirian dan Pola Pikir
Fionna menegaskan bahwa *flexing* tidak selalu tentang materi. “Ini juga bisa mencerminkan kemandirian dan cara berpikir seseorang,” ujarnya. Unggahan di media sosial bisa menjadi cara untuk menegaskan citra diri sebagai pribadi yang mandiri dan berhasil.
6. Mencari Validasi dari Luar
Secara psikologis, *flexing* bisa muncul karena kurangnya pengakuan dari lingkungan sekitar. “Seseorang mungkin mencari validasi yang tidak didapatkan dari orang terdekat,” jelas Fionna. Media sosial menjadi tempat untuk mendapatkan apresiasi yang tidak ditemukan dalam kehidupan nyata.
7. Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Fionna menambahkan bahwa *flexing* bisa menjadi cara untuk membangun kembali kepercayaan diri. “Melalui pujian di media sosial, seseorang bisa merasa lebih bangga dan percaya diri,” katanya. *Likes* dan komentar positif bisa memberikan dorongan emosional yang tidak selalu didapat dalam interaksi sehari-hari.
*Flexing*: Antara Pamer dan Kebutuhan Psikologis
Fenomena *flexing* tidak bisa disederhanakan sebagai sekadar pamer. Bagi sebagian orang, ini adalah bentuk ekspresi diri dan kebanggaan atas pencapaian. Namun, bagi yang lain, ini adalah cara mencari validasi atau membangun citra.
Para ahli mengingatkan pentingnya keseimbangan. *Flexing* boleh saja dilakukan sebagai bentuk ekspresi, asalkan tidak menjadikan pengakuan orang lain sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan.