
Di tengah maraknya interaksi di dunia maya, muncul istilah “nirempati” untuk menggambarkan individu yang kehilangan kemampuan merasakan atau memahami emosi orang lain. Fenomena ini menjadi sorotan setelah seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud) viral karena mengolok-olok kematian rekan kampusnya di media sosial—contoh nyata dari sikap tanpa empati.
Dampak Anonimitas dan Pengaruh Lingkungan Digital
Menurut psikolog Clement Eko Prasetio, M.Psi., kurangnya *perspective-taking* (kemampuan melihat dari sudut pandang orang lain) bisa menjadi akar perilaku nirempati. Namun, dunia maya juga memberi ruang untuk bersikap tanpa filter karena anonimitas dan minimnya konsekuensi langsung. “Norma kelompok di media sosial sering memicu seseorang mengikuti arus, meski bertentangan dengan nilai empati,” jelasnya.
Nirempati: Cerminan Karakter atau Produk Lingkungan?
Kasus mahasiswa Unud memperlihatkan dua sisi: bisa jadi ini mencerminkan kepribadian asli, atau sekadar efek dari kebebasan berkomentar di ruang digital. Yang jelas, fenomena ini mengingatkan betapa mudahnya empati tergerus ketika batas antara dunia nyata dan maya kian kabur.