
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto memiliki tujuan mulia: memperbaiki gizi, kesehatan, dan fokus belajar siswa. Namun, pelaksanaannya di lapangan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kasus keracunan, menu kurang bernutrisi, hingga distribusi yang tidak merata.
Masalah dalam Pelaksanaan MBG
Ahli gizi dan kesehatan mengkritik banyak menu MBG yang belum memenuhi standar gizi seimbang. Salah satu penyebabnya adalah sistem pengelolaan yang terlalu terpusat, di mana semua keputusan berasal dari Badan Gizi Nasional (BGN) tanpa banyak melibatkan pihak lokal.
Meski pemerintah mungkin telah melakukan kajian sebelumnya, masalah yang muncul justru menggerus kepercayaan terhadap program ini. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi menyeluruh dan pendekatan baru yang lebih partisipatif, berkelanjutan, serta sesuai kebutuhan sekolah dan masyarakat.
Pendekatan Partisipatif sebagai Solusi
Selama ini, partisipasi masyarakat dalam MBG masih terbatas, seperti perekrutan tenaga kerja lokal atau penggunaan bahan baku dari pemasok setempat. Namun, dampak negatifnya juga terasa, terutama bagi pedagang kecil di sekitar sekolah yang kehilangan pelanggan karena siswa tidak lagi jajan di luar.
Padahal, jika dikelola dengan prinsip partisipasi, program ini bisa memberikan manfaat ganda: meningkatkan gizi siswa sekaligus menjaga perekonomian lokal. Partisipasi di sini bukan sekadar menerima manfaat, melainkan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Langkah-Langkah Implementasi Partisipatif
Berikut beberapa strategi untuk mengoptimalkan MBG dengan pendekatan partisipatif:
- Identifikasi dan Pemetaan Pedagang Lokal
Sekolah bersama komite dan dinas terkait dapat memetakan pedagang sekitar, mengevaluasi menu mereka, dan menyesuaikannya dengan standar gizi nasional. - Membangun Ekosistem Jajanan Bergizi
Sekolah bisa bekerja sama dengan pedagang terpilih untuk menyediakan makanan sehat. Pemerintah dapat memberikan voucher khusus kepada siswa yang hanya bisa digunakan di pedagang tersebut, sehingga perputaran dana tetap terkendali. - Insentif Manajemen untuk Sekolah
Sekolah bisa mendapatkan sebagian kecil (10–20%) dari nilai voucher sebagai biaya manajemen dan pengawasan, sehingga mereka memiliki insentif untuk memastikan kualitas program. - Memperkuat Ekonomi Lokal
Dengan dana Rp 15.000 per siswa per hari, program ini bisa menggerakkan perputaran uang hingga Rp 150 juta per bulan (untuk 500 siswa), yang sebagian besar dinikmati pedagang kecil. - Pengawasan dan Edukasi Gizi
Sekolah, komite, dan tenaga kesehatan perlu aktif mengedukasi pedagang dan siswa tentang gizi seimbang sekaligus memastikan standar kualitas tetap terjaga.
Manfaat Pendekatan Partisipatif
Dengan model ini, tiga pihak utama akan diuntungkan:
- Sekolah – Tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tetapi juga pemberdayaan masyarakat.
- Pedagang Lokal – Mendapat peluang usaha berkelanjutan sekaligus edukasi menyajikan makanan sehat.
- Orang Tua dan Siswa – Siswa mendapat asupan bergizi, sementara orang tua terbantu dengan berkurangnya biaya jajan.
Dengan demikian, MBG bisa berubah dari program top-down menjadi gerakan sosial-ekonomi yang bermanfaat bagi siswa, sekolah, dan masyarakat sekitar.