Hakim Nonaktif Ali Muhtarom Akui Kesalahan dan Siap Terima Putusan
Ali Muhtarom, hakim nonaktif yang terlibat dalam kasus suap terkait fasilitas ekspor CPO, secara terbuka meminta maaf kepada Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, serta keluarganya. Ia menyatakan kesediaannya menerima keputusan pengadilan dengan ikhlas setelah pledoi dibacakan.
Pengakuan dan Penyesalan
Kuasa hukum Ali mengungkapkan bahwa kliennya telah mengakui perbuatannya, menyesal, dan mengembalikan seluruh uang suap yang diterima. Selain itu, Ali juga menekankan upayanya dalam membantu pemulihan kerugian negara. Dalam pledoinya, tim hukumnya membandingkan tuntutan terhadap Ali dengan kasus suap hakim lain yang dinilai lebih ringan meski nominal suapnya lebih besar.
Tuntutan Hukuman
Ali Muhtarom, mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor yang pernah menangani kasus besar seperti Jiwasraya, Asabri, dan suap eks Menkominfo Johnny G. Plate, dituntut hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp500 juta atau kurungan 6 bulan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp6,2 miliar atau menghadapi tambahan hukuman 5 tahun penjara.
Kasus yang Melibatkan Banyak Pihak
Tak hanya Ali, lima terdakwa lain juga menghadapi tuntutan berbeda, termasuk Djuyamto (ketua majelis) dengan tuntutan 12 tahun penjara dan uang pengganti Rp9,5 miliar, serta Muhammad Arif Nuryanta yang dijerat tuntutan 15 tahun penjara dan denda Rp15,7 miliar. Total uang suap dalam kasus ini mencapai Rp40 miliar. Mereka didakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.





