
Legenda Mode Giorgio Armani Tutup Usia di Milan pada 91 Tahun
Dunia mode berduka. Giorgio Armani, maestro desain asal Italia yang mengubah wajah fashion abad ke-20, meninggal dunia di Milan pada Kamis (4/9/2025) di usia 91 tahun. Tak sekadar desainer, Armani adalah revolusioner yang mendobrak batasan gaya busana pria dan wanita, menciptakan estetika yang abadi dan penuh makna.
Profil Giorgio Armani
Masa Kecil di Tengah Perang

Lahir di Piacenza, Italia Utara, pada 11 Juli 1934, Armani tumbuh di tengah kehancuran Perang Dunia II. Keluarganya yang semula hidup nyaman harus menghadapi kenyataan pahit: rumah hancur, makanan langka. Bahkan, bocah kecil itu pernah terluka akibat bermain dengan sisa peluru tak meledak.
“Perang mengajariku bahwa tidak semua harus glamor,” ungkap Armani dalam wawancara dengan *BBC* (5/9/2025). Pengalaman itu membentuk prinsipnya: kesederhanaan bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang kelak menjadi ciri khas karyanya.
Dari Kedokteran ke Dunia Mode

Awalnya, Armani mengejar karir di bidang medis. Tiga tahun belajar kedokteran ia jalani sebelum menyadari panggilan sejatinya. Setelah wajib militer, ia bekerja di La Rinascente, department store ternama di Milan. Di sana, ia mempelajari kain, pola, dan selera konsumen kelas atas—bekal berharga sebelum bergabung dengan Nino Cerruti sebagai desainer busana pria.
Kelahiran Merek Giorgio Armani

Titik baliknya terjadi pada 1966 saat bertemu Sergio Galeotti, arsitek yang meyakinkannya mendirikan label sendiri. Tahun 1975, koleksi pertamanya meluncur di Milan dengan modal terbatas. Namun, jas lembut dan siluet longgar rancangannya langsung memukau industri.
“Galeotti membantuku percaya pada karyaku sendiri,” kenang Armani. Sayang, Galeotti wafat pada 1985, tetapi semangatnya tetap hidup dalam setiap karya Armani.
Revolusi Jas dan *Power Suit*

Armani mengubah wajah busana pria dengan menghilangkan bantalan bahu kaku, menggantinya dengan jas ringan nan elegan. Perempuan pun merasakan dampaknya lewat *power suit* yang memberi kesan berwibawa di dunia kerja.
“Saya ingin perempuan berpakaian setara dengan pria, dengan martabat yang sama,” ujarnya. Desainnya menjadi simbol kesetaraan sekaligus mengukuhkannya sebagai ikon perubahan sosial.
Melambung di Hollywood

Popularitas Armani meledak setelah Richard Gere mengenakan jasnya di *American Gigolo* (1980). Film itu mengubah citra jas dari kaku menjadi sensual. Sejak itu, Armani jadi favorit selebritas Hollywood. Bahkan, Oscar 1990 dijuluki “The Armani Awards” karena begitu banyak bintang yang memilih rancangannya.
Ekspansi Bisnis Global

Kesuksesan mendorongnya meluncurkan Emporio Armani (1981), Armani Jeans, serta lini parfum dan properti. Tahun 2010, ia membuka Armani Hotel di Burj Khalifa, Dubai. Meski bisnisnya global, Armani tetap mempertahankan kendali penuh—salah satu desainer independen terakhir di industri mode.
Warisan Abadi dalam Dunia Fashion

Armani meraih segudang penghargaan, termasuk *Outstanding Achievement Award* di The Fashion Awards 2019. Julia Roberts dan Cate Blanchett kerap memuji karyanya. Blanchett menyebut desainnya memadukan “kekuatan dan ketenangan”.
Selamat Jalan, Sang Maestro

Hingga akhir hayatnya, Armani tetap aktif berkarya. Pada 2024, ia masih memamerkan koleksi di Paris Fashion Week. Forbes mencatat kekayaannya mencapai $13 miliar, tetapi warisan terbesarnya adalah filosofi mode yang elegan, sederhana, dan abadi. Kini, dunia kehilangan salah satu kreator terhebat sepanjang masa.