Mana yang Lebih Penting untuk Anak Usia Dini?

0 0
Read Time:2 Minute, 41 Second

Maraknya Tren Bimbingan Calistung untuk Anak Usia Dini

Belakangan ini, semakin banyak orangtua yang berlomba-lomba mendaftarkan anak-anak mereka ke bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Keyakinan bahwa penguasaan calistung menjadi syarat mutlak untuk masuk sekolah dasar (SD) terus menguat di kalangan masyarakat. Padahal, sejak 2017, pemerintah telah melarang tes calistung sebagai persyaratan penerimaan siswa baru SD melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017. Aturan ini bahkan diperkuat lagi dengan Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025.

Namun, kenyataan di lapangan justru berbeda. Banyak sekolah masih menerapkan tes calistung secara tidak resmi, membuat orangtua khawatir dan akhirnya memilih mengkursuskan anak-anak mereka sebelum masuk SD. Alih-alih mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) yang berfokus pada pembelajaran melalui bermain, banyak anak justru dijejali dengan latihan akademik intensif.

Mengapa Tes Calistung Bukan Lagi Syarat Masuk SD?

“Paradigma ini perlu diluruskan. Anak usia dini seharusnya tidak dipaksa menguasai calistung dengan metode drilling,” tegas Gutama, anggota ECED Council sekaligus Badan Akreditasi Nasional (BAN) PAUD dan Dikdasmen 2023–2028.

Drilling adalah metode pembelajaran berulang yang membuat anak sekadar menghafal tanpa benar-benar memahami konsep membaca, menulis, atau berhitung. Padahal, masa PAUD seharusnya menjadi fondasi tumbuh kembang anak, bukan ajang percepatan kemampuan akademik.

Dampak Negatif Pemaksaan Calistung

Anak mungkin terlihat cepat bisa membaca dan menulis, tetapi belum tentu memahami maknanya. “Yang lebih berbahaya, mereka bisa mengalami stres, kehilangan minat belajar, bahkan terganggu perkembangan holistiknya,” jelas Gutama.

Beberapa penelitian, seperti studi Miller dan Almon (2009) serta Setiawan (2019), menunjukkan bahwa anak yang dipaksa calistung cenderung mengalami kecemasan dan penurunan kepercayaan diri. Sementara itu, penelitian Lillard dkk (2013) membuktikan bahwa bermain imajinatif justru lebih bermanfaat bagi perkembangan kognitif dan sosial-emosional anak.

Stimulasi Holistik: Kunci Kesiapan Anak Masuk SD

Usia 0–6 tahun adalah periode emas di mana otak anak berkembang pesat. Setiap pengalaman, sekecil apa pun, berpengaruh pada kecerdasan, karakter, dan keterampilan hidup mereka di masa depan.

“Stimulasi holistik yang mencakup aspek fisik, bahasa, kognitif, sosial-emosional, hingga moral-spiritual jauh lebih penting daripada sekadar bisa calistung,” ungkap Gutama. Anak yang mendapat stimulasi seimbang cenderung lebih percaya diri, kreatif, dan mampu berinteraksi dengan baik.

Calistung Bisa Dipelajari dengan Cara Menyenangkan

Kemampuan membaca dan berhitung tetap penting, tetapi sebaiknya diperkenalkan melalui aktivitas sehari-hari yang menyenangkan. Misalnya, saat anak menggambar, bermain puzzle, atau menghitung benda di sekitarnya, mereka sebenarnya sedang melatih motorik halus dan logika berpikir—fondasi penting sebelum belajar menulis dan berhitung.

“Anak belajar lebih bermakna ketika mereka menyanyi, mendengarkan dongeng, atau bermain, bukan lewat lembar kerja yang membosankan,” tambah Gutama. Dengan pendekatan ini, calistung menjadi bagian dari pengalaman belajar yang alami dan tidak menekan.

Manfaat Jangka Panjang Stimulasi Holistik

Selain mendukung kesiapan akademik, stimulasi menyeluruh memberikan tiga keuntungan utama:

  • Memperkaya pengalaman belajar: Anak tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari alam, budaya, dan interaksi sosial.
  • Deteksi dini tumbuh kembang: Aktivitas sehari-hari membantu orangtua mengenali keterlambatan perkembangan lebih awal.
  • Fondasi kesehatan mental: Pengalaman positif membentuk anak yang resilien dan siap menghadapi tantangan.

Kesiapan Anak Bukan Tentang Kecepatan

“Tugas kita sebagai orangtua dan pendidik adalah menciptakan lingkungan yang kaya stimulasi, bukan tekanan,” tegas Gutama. Kesiapan anak masuk SD tidak diukur dari seberapa cepat mereka bisa membaca, melainkan dari fondasi kokoh berupa kesehatan fisik, kecerdasan emosional, dan karakter yang tangguh.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Related Posts

Kesulitan Perempuan Berkaki Besar Temukan Sepatu Pas? Ini Solusinya!

# Sepatu Ukuran Besar untuk Perempuan Asia: Tantangan dan Solusinya Bagi banyak perempuan, berburu sepatu baru adalah momen menyegarkan. Namun, bagi mereka yang memiliki ukuran kaki di atas rata-rata, pengalaman…

Rahasia Keluarga Bahagia Ternyata Bukan Harta, Simak Faktanya!

Rahasia Keluarga Bahagia: Bukan Cuma Soal Harta Kebahagiaan keluarga sering dikaitkan dengan kemewahan materi—rumah megah, mobil bagus, atau liburan ke luar negeri. Namun, kenyataannya, banyak keluarga berkecukupan justru merasa kurang…

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

You Missed

PAM Jaya Harus Segera Bertransformasi!

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 0 views
PAM Jaya Harus Segera Bertransformasi!

PAM Jaya Lebih Efektif Kelola Air Dibanding Swasta, Ini Buktinya!

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 0 views
PAM Jaya Lebih Efektif Kelola Air Dibanding Swasta, Ini Buktinya!

Dari Sarana hingga Seleksi Guru & Siswa

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 0 views
Dari Sarana hingga Seleksi Guru & Siswa

Waspada! Nyeri Tungkai Berkepanjangan Bisa Jadi Tanda Awal Kanker Tulang

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 1 views
Waspada! Nyeri Tungkai Berkepanjangan Bisa Jadi Tanda Awal Kanker Tulang

Waspada Nyeri Haid Hebat dan Sulit Hamil? Ini Waktu Tepat Konsultasi Dokter!

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 3 views
Waspada Nyeri Haid Hebat dan Sulit Hamil? Ini Waktu Tepat Konsultasi Dokter!

Anak Cacingan? Simpan Daftar Makanan Aman & Sehat dari Pakar Ini!

  • By Admin
  • September 19, 2025
  • 1 views
Anak Cacingan? Simpan Daftar Makanan Aman & Sehat dari Pakar Ini!