Di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, perempuan yang hendak melayat diharuskan mengenakan rok panjang dan dilarang memakai celana. Aturan ini bukan sekadar persoalan busana, melainkan bagian dari adat istiadat Jawa yang telah dipegang teguh turun-temurun. Prof. Dr. Sarwono, M.Sn., Guru Besar Bidang Tekstil Tradisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS), menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, perempuan tradisional mengenakan sinjang atau jarit, sementara celana tidak termasuk dalam khazanah pakaian wanita sesuai tata adat keraton.
Makna di Balik Aturan Berbusana
Lebih dari sekadar penampilan, ketentuan ini mencerminkan nilai kesopanan, hierarki sosial, dan penghormatan terhadap tatanan keraton. Pakaian yang dikenakan saat melayat dipilih dengan cermat untuk menjaga kesakralan upacara sekaligus menunjukkan respek terhadap tradisi yang dijunjung tinggi.
Modifikasi Tanpa Menghilangkan Filosofi
Seiring waktu, jarit sebagai busana tradisional mengalami penyesuaian bentuk menjadi rok demi kepraktisan, tanpa meninggalkan makna filosofisnya. Contohnya, rok untuk wanita didesain dengan sembilan lipatan kecil, sementara pria mengenakan tujuh lipatan yang lebih besar. Perubahan ini memudahkan gerak, namun tetap selaras dengan nilai-nilai adat yang diwariskan.







