Meskipun sistem tilang elektronik (e-TLE) sudah mengambil alih sebagian besar proses penilangan konvensional, nyatanya tilang manual belum sepenuhnya hilang dari jalanan Indonesia. Menurut keterangan Direktur Lalu Lintas Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Argo Wiyono, metode lama ini masih digunakan secara terbatas untuk pelanggaran yang dinilai berisiko tinggi, seperti pemasangan knalpot brong atau aksi balap liar.
Masyarakat Minta Pengawasan Lebih Ketat
Sebagian warga justru berharap tilang manual diperluas lagi untuk menjaring pelanggaran yang mudah terlihat, seperti menerobos lampu merah, berkendara melawan arus, atau mengabaikan penggunaan helm. Kekhawatiran muncul karena pengawasan fisik di lapangan dianggap menurun sejak e-TLE diberlakukan, memicu keberanian pengendara untuk melanggar aturan.
Polri: e-TLE Tetap Prioritas, Tilang Manual untuk Situasi Tertentu
Kepolisian menegaskan bahwa e-TLE tetap menjadi tulang punggung penegakan hukum lalu lintas karena dinilai lebih efisien dan minim bias. Namun, tilang manual juga tidak sepenuhnya ditinggalkan—kebijakan ini diterapkan secara situasional demi menjaga ketertiban dan keamanan di jalan.
Dengan demikian, meski tidak sebanyak dulu, petugas tetap berjaga di lapangan. Masyarakat pun diingatkan untuk selalu taat aturan guna menciptakan lalu lintas yang aman bagi semua.





