
Penangkapan Direktur Lokataru Foundation Picu Prosedur Hukum Dipertanyakan
Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation, ditangkap pada Senin (1/9/2025) malam sekitar pukul 22.45 WIB di kantornya di Jakarta. Namun, penangkapan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk organisasi hak sipil dan pengacara, yang mempertanyakan prosedur hukum yang diterapkan serta potensi pelanggaran kebebasan berekspresi.
Dugaan Pelibatan Pelajar dalam Aksi Anarkistis
Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menyatakan bahwa Delpedro ditangkap atas dugaan menghasut pelajar untuk melakukan aksi anarkistis di Jakarta. “Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap DMR (Delpedro) terkait dugaan ajakan dan hasutan provokatif yang mengarah pada aksi anarkistis,” jelas Ade Ary dalam keterangannya di Mapolda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).
Selain itu, polisi juga menduga Delpedro terlibat dalam penyebaran informasi palsu yang berpotensi memicu kerusuhan. Aksi tersebut diduga melibatkan pelajar, termasuk anak di bawah umur. Delpedro terancam hukuman berdasarkan Pasal 160 KUHP, Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU ITE, serta Pasal 76H junto Pasal 15 UU Perlindungan Anak.
Proses Penangkapan Dinilai Tidak Sesuai Prosedur
Fadhil Alfathan, pengacara dari LBH Jakarta, menyoroti ketidakjelasan prosedur penangkapan. Menurutnya, polisi seharusnya tidak menangkap seseorang sebelum status tersangka resmi diberikan. “Ada kesan kesewenang-wenangan dalam tindakan penyidik,” ujar Fadhil saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
Saksi mata bernama Bilal menceritakan, sekitar pukul 22.32 WIB, sepuluh orang berpakaian hitam mengaku dari Polda Metro Jaya datang ke kantor Lokataru dan menanyakan keberadaan Delpedro. Delpedro merespons dari dalam ruangan, lalu diperlihatkan surat penangkapan berwarna kuning tanpa penjelasan detail. Polisi menyatakan akan menyita laptop sebagai barang bukti dan mengancam hukuman lima tahun penjara.
Delpedro kemudian dibawa menggunakan mobil Suzuki Ertiga hitam dengan pengawalan enam kendaraan lainnya. Meski tidak ada kekerasan fisik, Fadhil menilai proses penangkapan terkesan terburu-buru. Saat ini, Delpedro masih ditahan di Unit II Keamanan Negara, Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Solidaritas Masyarakat Desak Pembebasan Delpedro
Aksi penangkapan ini memicu respons dari kelompok solidaritas yang menilai langkah polisi represif dan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Dalam pernyataan resminya, Senin (1/9/2025), mereka menegaskan bahwa Delpedro memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat secara damai.
Solidaritas mengajukan tiga tuntutan utama:
1. Pembebasan Delpedro tanpa syarat.
2. Penghentian kriminalisasi dan intimidasi terhadap kebebasan berekspresi.
3. Jaminan perlindungan hak sipil dan politik sesuai konstitusi dan standar HAM internasional.
Mereka juga mendorong masyarakat dan gerakan solidaritas untuk bersatu menolak praktik kriminalisasi. “Penangkapan ini memperpanjang catatan represif aparat terhadap suara kritis rakyat,” tulis pernyataan tersebut.