
Gaya pengasuhan anak terus berevolusi seiring perubahan zaman, namun beberapa pola lama masih bertahan, salah satunya adalah parenting VOC. Gaya asuh otoriter ini menekankan kepatuhan mutlak dan kontrol ketat dari orangtua. Psikolog Meity Arianty memaparkan kelebihan dan kekurangan pendekatan ini untuk membantu orangtua memahami dampaknya pada perkembangan anak.
Kelebihan Parenting VOC
Meski kerap dianggap kaku, gaya asuh ini memiliki beberapa manfaat, terutama dalam membentuk kedisiplinan dan struktur bagi anak.
1. Membangun Kedisiplinan dan Kepatuhan
Aturan yang jelas dan konsekuensi tegas membuat anak terbiasa dengan rutinitas dan batasan. Namun, Meity mengingatkan bahwa pendekatan ini harus disesuaikan dengan konteks.
“Jika terlalu kaku, anak bisa mengembangkan perlawanan tersembunyi terhadap otoritas, yang berpotensi memicu gangguan perilaku di masa depan,” jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
2. Kontrol Orangtua yang Kuat
Orangtua memegang kendali penuh dalam pengambilan keputusan, yang berguna dalam situasi darurat atau saat anak belum mampu berpikir rasional.
Namun, Meity menegaskan bahwa pola ini tidak ideal jika diterapkan terus-menerus. “Anak perlu dibimbing dengan kasih sayang dan komunikasi terbuka,” ujarnya.
3. Mencegah Perilaku Berisiko
Dengan pengawasan ketat, anak cenderung mengikuti norma keluarga dan terhindar dari kenakalan remaja. Namun, manfaat ini bisa berbalik menjadi negatif jika anak hanya patuh karena takut, bukan karena pemahaman.
Kekurangan Parenting VOC
Di balik manfaatnya, gaya asuh ini memiliki kelemahan serius yang dapat memengaruhi perkembangan emosional dan mental anak.
1. Komunikasi Satu Arah
Orangtua cenderung memberi perintah tanpa melibatkan anak dalam pengambilan keputusan.
“Anak zaman sekarang butuh dialog terbuka dan kasih sayang, bukan sekadar instruksi,” kata Meity. Tanpa ruang berbicara, anak kesulitan belajar menyampaikan pendapat.
2. Kurangnya Penghargaan pada Anak
Anak yang hanya dituntut patuh tanpa diberi kesempatan berpendapat berisiko tumbuh dengan rasa tidak dihargai.
“Penghargaan terhadap perasaan dan pemikiran anak penting agar mereka berkembang menjadi pribadi yang percaya diri dan mandiri,” tambah Meity.
3. Potensi Perlawanan Tersembunyi
Tekanan emosional yang berlebihan dapat memicu sikap pasif-agresif, kebohongan, atau pembangkangan di kemudian hari.
“Pola asuh yang terlalu menekan berisiko menyebabkan kecemasan, rendah diri, bahkan perlawanan terhadap otoritas,” ungkap Meity.
Meski parenting VOC efektif membentuk disiplin, gaya ini kurang sesuai dengan kebutuhan anak modern yang membutuhkan empati dan pengakuan atas identitas mereka. Meity menyarankan pendekatan lebih demokratis dan komunikatif untuk mendukung kesehatan mental, emosional, dan sosial anak.