
Masa Remaja: Tantangan Emosi dan Kunci Pengelolaannya
Masa remaja adalah fase penuh gejolak, di mana perubahan fisik, pencarian identitas, dan tekanan sosial saling bertaut. Di tengah tuntutan akademis, persaingan pertemanan, dan banjir informasi digital, kemampuan mengendalikan emosi menjadi kunci penting.
Menurut Renny Magdalena, M.Psi, psikolog klinis anak, kesehatan mental remaja tidak hanya bergantung pada pengetahuan, tetapi juga kebiasaan sehari-hari yang dibangun secara konsisten. “Mengelola emosi dimulai dari interaksi nyata dengan orang sekitar,” ujarnya dalam acara *Gebyar Mental Sehat Remaja Indonesia* yang digelar KemendukBangga di Jakarta (14/8/2025).
Sayangnya, banyak remaja justru terjebak dalam dunia maya, mengurangi kesempatan untuk berkomunikasi langsung. Padahal, kontak fisik dan percakapan tatap muka memiliki efek menenangkan yang tak bisa disamakan oleh gawai. Renny membagikan dua metode utama untuk mengatur emosi: *mindfulness* dan katarsis.
Mindfulness: Hadir Sepenuhnya di Setiap Momen
Selain interaksi sosial, Renny menyarankan remaja melatih *mindfulness*—kesadaran penuh dalam setiap aktivitas. “Contoh sederhana, saat makan, fokuslah pada makanan. Jangan sambil main ponsel,” jelasnya.
Ia menggambarkan bagaimana kebiasaan autopilot, seperti menyetir di rute biasa, bisa diubah menjadi momen untuk memperhatikan sekeliling: warna langit, rindangnya pohon, atau senyum orang yang berpapasan. Praktik ini memupuk rasa syukur dan pola pikir positif.
Katarsis: Salurkan Emosi dengan Cara Kreatif
Katarsis, atau pelepasan emosi negatif secara sehat, menjadi solusi lain. “Bentuknya bisa beragam, seperti menulis kekesalan di kertas lalu merobeknya, atau mengekspresikannya lewat seni,” papar Renny.
Ia mencontohkan terapi seni dalam penelitiannya, di mana coretan bebas di atas kertas membantu peserta merasa lebih lega. Aktivitas kreatif seperti melukis, menari, atau bermusik juga bisa menjadi saluran bagi emosi yang sulit diutarakan, mencegahnya menumpuk menjadi stres berkepanjangan.
Konsistensi, Kunci Perubahan Berkelanjutan
Renny menegaskan bahwa mengelola emosi bukan sekadar menahan marah, tapi juga merespons stres dengan bijak dan mempertahankan pikiran positif. “Ini proses bertahap, butuh latihan terus-menerus,” tegasnya.
Dengan membiasakan interaksi langsung, terhubung dengan alam, mempraktikkan *mindfulness*, dan katarsis yang sehat, remaja dapat membangun ketahanan mental. Bekal ini akan membantu mereka menghadapi dinamika kehidupan dengan lebih siap, menjaga keseimbangan emosi di tengah era yang serba cepat.