Hakim Konstitusi Ingatkan Pemohon Gugatan Batas Usia Pensiun TNI untuk Perjelas Petitum
Saldi Isra, Hakim Konstitusi, meminta para pemohon yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 53 UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU TNI untuk meninjau ulang dasar gugatan mereka. Pasal tersebut mengatur batas usia pensiun prajurit dan perwira tinggi TNI, termasuk ketentuan bahwa perwira tinggi tidak boleh bertugas melebihi usia 63 tahun.
Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (4/11/2025), Saldi menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam mengusulkan penghapusan pasal ini. Ia memperingatkan bahwa pencabutan total pasal tersebut dapat menciptakan kekosongan hukum, berpotensi memicu ketidakpastian, bahkan membuka peluang perpanjangan masa dinas hingga usia yang tidak wajar, seperti 80 tahun.
Saldi mendorong pemohon untuk merumuskan petitum dengan lebih jelas guna menghindari ambiguitas. Menurutnya, MK akan kesulitan mengabulkan permohonan yang berisiko menimbulkan celah hukum.
Latar Belakang Gugatan
Gugatan bernomor 197/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk IMPARSIAL, YLBHI, KontraS, AJI Indonesia, dan LBH APIK Jakarta, serta tiga warga negara. Selain Pasal 53, mereka juga menggugat beberapa pasal lain yang dinilai memperluas kewenangan TNI di luar bidang pertahanan.
Beberapa poin yang dipertanyakan meliputi:
– Keterlibatan TNI dalam operasi militer selain perang, seperti membantu pemerintah daerah.
– Peran TNI dalam menangani ancaman siber.
– Keikutsertaan personel militer dalam jabatan kementerian dan lembaga sipil.
Kekhawatiran Masyarakat Sipil
Fadhil Alfathan dari YLBHI menyatakan, gugatan ini dilatarbelakangi kekhawatiran akan meluasnya dominasi militer di ranah sipil. Menurutnya, tugas utama TNI seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan campur tangan dalam urusan pemerintahan atau bidang non-militer. Oleh karena itu, pasal-pasal tersebut dinilai perlu diuji konstitusionalitasnya.





