
Tanda Bunuh Diri yang Sering Terlewat: Ketika Seseorang “Masking” Perasaannya
Tidak semua tanda keinginan bunuh diri terlihat jelas. Salah satu yang sering luput dari perhatian adalah kebiasaan *masking*—ketika seseorang menyembunyikan emosi sebenarnya di balik sikap yang terlihat baik-baik saja. Psikolog Clement Eko Prasetio, M.Psi., dari Indopsycare, menjelaskan bahwa orang dengan kecenderungan bunuh diri terkadang sangat pandai menutupi perasaan mereka.
Mengenali Seseorang yang Sedang “Masking”
Perhatikan Nada Bicara dan Konten Pembicaraan

Jika mencurigai seseorang sedang menyembunyikan perasaannya, cermati pola bicaranya dalam satu hingga dua bulan terakhir. Waspadai jika mereka hanya membicarakan hal-hal positif, tetapi nada suaranya terdengar sedih atau datar. Clement menyarankan untuk bertanya langsung, *”Apakah kamu sedang menutupi sesuatu? Apakah ada emosi sedih atau beban berat yang sulit diceritakan?”*
Orang yang cenderung menutup diri perlu mendapat perhatian lebih. Namun, mereka yang terlihat terbuka—seperti mengungkapkan keinginan bunuh diri, menunjukkan ekspresi murung, atau berbicara dengan nada sedih—juga tidak boleh diabaikan. *”Yang lebih berbahaya adalah ketika seseorang terus-menerus *masking*. Mereka hanya bercerita hal-hal menyenangkan, tapi kesedihannya sama sekali tidak terungkap,”* jelas Clement.
Tanda Lain yang Perlu Diwaspadai

Selain *masking*, beberapa tanda lain yang mengindikasikan keinginan bunuh diri antara lain:
– Sering mengungkapkan keinginan bunuh diri, baik secara verbal, tulisan di media sosial, atau melalui kiasan.
– Menarik diri dari lingkungan sosial, seperti enggan berkumpul atau berkomunikasi dengan orang terdekat.
– Perubahan emosi drastis, dari ceria menjadi murung atau mudah marah.
– Perilaku menyakiti diri sendiri, seperti *cutting* atau sengaja tidak makan.
Catatan: Depresi bukanlah hal sepele. Jika Anda atau orang terdekat memiliki kecenderungan bunuh diri atau membutuhkan teman bicara, segera hubungi layanan dukungan psikologis. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Untuk penanganan lebih lanjut, konsultasikan dengan psikolog, psikiater, atau klinik kesehatan jiwa terdekat.