
Di kawasan Harjamukti, Cimanggis, Depok, layanan ojek dengan tarif terjangkau Rp 5.000—dikenal sebagai “ojek goceng”—telah menjadi solusi praktis bagi para pengguna Stasiun LRT Harjamukti. Meski hanya melayani rute pendek, jasa ini menjadi andalan warga, terutama di jam-jam padat ketika waktu sangat berharga.
Berawal dari Karyawan Taman Rekreasi
Keberadaan ojek goceng ternyata berakar dari inisiatif karyawan Taman Rekreasi Wiladatika sekitar dua tahun lalu, bersamaan dengan pembangunan LRT Harjamukti. Saat itu, lokasi parkir kendaraan masih jauh dari stasiun, memunculkan peluang bagi mereka yang memiliki waktu luang untuk menawarkan jasa antar-jemput dengan tarif terjangkau.
Ibnu (25), seorang penjaga parkir yang mengetahui sejarahnya, mengungkapkan bahwa awalnya layanan ini hanya dilakukan sambilan. “Mereka kebanyakan karyawan taman yang sedang libur atau masuk siang, jadi iseng ngojek ke stasiun dengan tarif Rp 5.000,” jelasnya. Mayoritas penumpangnya adalah pekerja yang memarkir motor di area taman sebelum naik LRT.
Seiring waktu, ojek goceng semakin populer dan menarik minat pengemudi ojek pangkalan setempat. Kini, layanan ini telah berkembang menjadi lebih terorganisir meski tetap mempertahankan tarif yang ramah kantong.
Solusi Cepat di Tengah Kesibukan
Bagi banyak penumpang, tarif Rp 5.000 sepadan dengan waktu yang dihemat. Di jam sibuk—pukul 05.00–07.00 pagi dan 16.00–20.00 sore—jalan kaki dari area parkir ke stasiun bisa memakan waktu 10 menit, sementara ojek goceng memangkasnya menjadi hanya 2–3 menit.
Sulistyawati (45), salah satu pengemudi, mengaku mayoritas penumpangnya adalah pekerja yang terburu-buru. “Mereka lebih suka naik ojek daripada jalan kaki, apalagi kalau bawa barang,” ujarnya. Meski kini tersedia parkir yang lebih dekat, ojek goceng tetap diminati, terutama oleh mereka yang datang mepet atau membawa banyak bawaan.
Tambahan Penghasilan bagi Pengemudi
Bagi pengemudi seperti Rudianto (56), masa awal operasional LRT adalah masa keemasan. Saat itu, ia bisa mendapatkan Rp 200.000 per hari hanya dari mengantar penumpang jarak dekat. Meski kini pendapatannya menurun karena bertambahnya area parkir, ojek goceng tetap menjadi sumber penghasilan tambahan yang berarti.
Tak hanya kalangan dewasa, generasi muda juga memanfaatkan peluang ini. Farhan (18), misalnya, memilih menjadi pengemudi ojek goceng setelah lulus sekolah. “Dapatnya cukup buat jajan, bahkan bisa beli skin game,” katanya sambil tertawa. Dalam sehari, ia bisa membawa pulang Rp 40.000–Rp 60.000.
Keberadaan ojek goceng di Harjamukti membuktikan bahwa transportasi mikro bisa beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Meski tidak diatur secara resmi, layanan ini berhasil menjembatani jarak antara area parkir dan stasiun, menjadi bagian penting dari sistem first mile dan last mile transportasi perkotaan.
Fenomena serupa sebenarnya juga terjadi di beberapa titik transportasi massal Jabodetabek. Namun, di Harjamukti, tarif “goceng” telah menjadi ciri khas yang mudah dikenali dan diandalkan warga setempat.