
Jakarta – Diet keto, yang dikenal sebagai pola makan rendah karbohidrat dan tinggi lemak, telah menjadi sorotan karena klaimnya dalam menurunkan berat badan secara cepat. Namun, penelitian terbaru mengungkap bahwa efek jangka panjang dari diet ini mungkin justru membahayakan kesehatan metabolik.
Sebuah studi selama satu tahun pada tikus menunjukkan bahwa meskipun diet keto awalnya berhasil menurunkan berat badan, lama-kelamaan justru memicu masalah kesehatan serius seperti perlemakan hati, intoleransi glukosa, dan kadar kolesterol tinggi.
Diet ketogenik bekerja dengan memaksa tubuh masuk ke dalam kondisi ketosis, di mana sumber energi utama beralih dari glukosa menjadi lemak. Biasanya, tubuh menggunakan karbohidrat sebagai bahan bakar, tetapi ketika asupannya sangat rendah, tubuh mengambil cadangan glukosa dari hati dan otot. Jika cadangan habis, lemak diubah menjadi keton sebagai pengganti energi.
Selain untuk penurunan berat badan, diet ini juga dikenal sebagai terapi pendamping bagi penderita epilepsi yang resistan terhadap obat. Beberapa orang juga meyakini bahwa diet keto dapat membantu mengatasi obesitas dan diabetes tipe 2.
Makanan yang umum dikonsumsi dalam diet keto meliputi:
– Ikan, daging, dan unggas
– Sayuran non-tepung
– Alpukad dan beri
– Kacang-kacangan dan biji-bijian
– Telur dan produk susu tinggi lemak
– Minyak zaitun dan dark chocolate
Dampak Jangka Panjang
Tim peneliti dari Universitas Utah, AS, melakukan studi untuk mengevaluasi efek jangka panjang diet keto terhadap kesehatan metabolik. Mereka memberi makan tikus jantan dan betina dengan diet keto (89,9% lemak) selama hampir satu tahun, lalu membandingkannya dengan kelompok tikus yang menjalani diet rendah lemak (LFD), diet tinggi lemak standar (HFD), dan diet rendah lemak dengan protein sedang (LFMP).
Hasilnya, meski tikus dalam kelompok keto awalnya mengalami penurunan berat badan, seiring waktu mereka justru mengalami:
– Perlemakan hati (penumpukan lemak di organ hati)
– Intoleransi glukosa ekstrem (tubuh kesulitan mengolah gula darah)
– Hiperlipidemia (kadar kolesterol berlebihan)
Selain itu, tikus-tikus tersebut juga menunjukkan penurunan sensitivitas insulin dan produksi insulin yang tidak optimal. Analisis laboratorium mengindikasikan adanya gangguan dalam sekresi insulin, baik secara sistemik maupun seluler.
“Kami menemukan bahwa semakin lama hewan menjalani diet keto, semakin buruk intoleransi glukosa dan gangguan sekresi insulin yang terjadi. Temuan ini mempertanyakan efektivitas diet ini sebagai terapi untuk penyakit metabolik, meskipun ada manfaat awal yang terlihat,” tulis para peneliti dalam laporannya.
Perlu diingatan bahwa penelitian ini dilakukan pada tikus, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan dampaknya pada manusia.