
JAKARTA, KOMPAS.com – Pagar pembatas di sekitar Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, kini lebih tinggi dari sebelumnya. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 1 Jakarta meningkatkan ketinggian pagar pedestrian dari 1 meter menjadi 1,7 meter demi mengurangi risiko kecelakaan akibat penumpang atau pejalan kaki yang nekat melompat.
Meski begitu, pantauan *Kompas.com* di lokasi menemukan bahwa masih ada warga yang memilih memanjat pagar meski sudah ditinggikan. Ixfan Hendriwintoko, Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, menyatakan bahwa peninggian pagar dilakukan pada Sabtu (9/8/2025) sebagai langkah antisipasi pelanggaran dan ancaman keselamatan.
“Melompati pagar bukan hanya melanggar aturan, tapi juga membahayakan diri sendiri dan mengganggu operasional kereta,” tegas Ixfan, Senin (11/8/2025). Selain mencegah penyeberangan sembarangan, pagar ini juga dimaksudkan untuk membatasi akses pengendara dan pedagang kaki lima yang kerap memadati area stasiun.
Dengan jumlah pengguna KRL harian mencapai 25.000–30.000 orang di Stasiun Cikini, penataan akses yang aman dan tertib menjadi prioritas utama.
Alasan Warga Masih Nekat Melompat Pagar
Beberapa warga dan penumpang mengungkapkan alasan mereka tetap melompati pagar meski sudah ditinggikan:
- Jalur resmi terlalu memutar
“Kalau lewat jalan yang disediakan, jalannya jauh. Orang-orang malas,” ujar Joko (46), salah seorang warga sekitar. - Lebar jalur resmi sempit dan tidak nyaman
Menurut Sarman (52), jalur dari arah pasar sangat sempit—hanya cukup untuk satu orang. Kondisi jalan yang berlubang dan licin saat hujan juga memperburuk situasi. - Terburu-buru mengejar kereta
Rahmat (27), penumpang KRL tujuan Depok, mengaku lebih memilih loncat pagar agar tidak ketinggalan kereta. “Kalau muter lewat ujung, bisa telat. Loncat pagar lebih cepat,” katanya. - Minimnya pengawasan petugas
Sri Lestari (38) menilai, tanpa pengawasan ketat, pagar setinggi apa pun tetap bisa dilompati. “Kalau enggak ada yang ngawasin, ya percuma,” ujarnya.
Pagar Baru Belum Sepenuhnya Terpasang
Pantauan *Kompas.com* pada Senin (11/8/2025) menunjukkan bahwa peninggian pagar belum selesai di seluruh area. Hanya sekitar 10 meter di bagian tengah yang sudah diperbarui, sementara pagar lama setinggi 1 meter di sisi utara dan selatan masih mudah dipanjat.
Meski ada spanduk larangan, pelanggaran tetap terjadi. Beberapa penumpang terlihat memanjat pagar dari arah pasar menuju stasiun atau sebaliknya.
Fakta ini mengindikasikan bahwa solusi tidak hanya terletak pada pembatas fisik. Akses resmi yang jauh, sempit, dan tidak nyaman, ditambah kurangnya pengawasan, membuat warga memilih jalan pintas meski berisiko.
Tanpa perbaikan infrastruktur jalur resmi yang lebih dekat, lebar, dan aman—serta pengawasan aktif dari petugas—kebiasaan melompati pagar mungkin akan terus berlanjut.