
Kritik terhadap Transparansi Dana Reses Anggota DPR: Informasi yang “Hantu”?
Lucius Karus dari Formappi menyoroti ketidakjelasan pelaporan kegiatan dan penggunaan dana reses (kunjungan konstituen) oleh anggota DPR. Ia menyebut data yang tersedia sebagai “informasi hantu” karena minimnya keterbukaan kepada publik. Kritik ini muncul seiring naiknya alokasi anggaran reses untuk periode 2024-2029, meski pimpinan DPR telah menjelaskan tujuan penggunaan dana tersebut.
Dana Reses Meningkat, Laporan Minim
Anggaran reses DPR diproyeksikan bertambah dalam lima tahun ke depan, namun detail pelaksanaannya dinilai tidak transparan. Menurut Karus, masyarakat kesulitan melacak bagaimana dana itu digunakan atau apakah kunjungan konstituen benar-benar dilakukan. “Ini seperti bayangan—ada tapi tidak jelas wujudnya,” ujarnya.
Klaim DPR vs Realitas di Lapangan
Pimpinan DPR menyatakan dana reses diperuntukkan bagi komunikasi intensif antara anggota dewan dengan pemilih. Namun, Formappi mencatat, laporan pertanggungjawaban kegiatan seringkali tidak dipublikasikan secara memadai. Akibatnya, sulit menilai efektivitas atau dampak nyata dari program ini.
Transparansi sebagai Solusi
Tanpa mekanisme pelaporan yang terbuka, publik tidak bisa memastikan apakah dana reses digunakan sesuai aturan. Karus mendorong DPR memperkuat akuntabilitas, misalnya dengan merilis laporan detail setiap kunjungan, termasuk lokasi, peserta, dan hasil pembahasan. “Transparansi adalah kunci menghindari spekulasi,” tegasnya.