
Pernah melihat pria membawa tote bag berbahan canvas, rutin minum matcha, atau asyik membaca buku feminisme? Bisa jadi ia termasuk dalam fenomena *performative male* atau *performative men* yang sedang ramai diperbincangkan. Istilah ini viral di platform seperti Instagram dan TikTok, bahkan sampai memicu kontes di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Mengenal Fenomena *Performative Male*
Upaya Menyatukan Maskulinitas dan Kerentanan
Menurut *Esquire*, *performative men* menggambarkan laki-laki muda—biasanya di usia 20-an—yang berusaha menarik perhatian perempuan modern dengan meninggalkan citra maskulin tradisional.
*”Performative male adalah pria yang tindakan, hobi, dan kepribadiannya terkesan tidak autentik, seolah hanya ditujukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain, terutama perempuan,”* jelas laman *Know Your Meme*.
Mereka tidak lagi terikat stereotip maskulinitas konvensional. Misalnya, mengganti kopi *americano* dengan *matcha*, mendengarkan lagu bernuansa emosional seperti karya Clairo, atau memakai kaus bergambar *band* indie. Beberapa bahkan selalu membawa gantungan kunci Labubu ke mana-mana.
Fenomena ini juga dipandang sebagai upaya mendamaikan sisi maskulin dengan kerentanan (*vulnerability*), melampaui anggapan bahwa laki-laki harus selalu tegar secara emosional. *Performative male* sering kali menampilkan diri sebagai pribadi artistik, intelektual, dan peka.
Popularitas *Performative Male* di Media Sosial
Dijadikan Konten hingga Kontes
Tren ini kian meluas di media sosial. Sebagian pria sengaja mengadopsi gaya hidup ini, sementara yang lain sekadar ikut-ikutan. *Stuff.co.nz* melaporkan, kontes *performative male* di AS bahkan memenangkan seorang pria yang membawa *matcha*, buku feminisme, *tote bag*, *skateboard*, dan gitar akustik.
Di TikTok, tagar *#performativemen* atau *#performativemale* telah mengumpulkan ribuan suka, menunjukkan betapa populer konsep ini.
Efek Negatif *Performative Male*
Waspadai Potensi Manipulasi
Meski terlihat lebih mudah didekati, perempuan tetap perlu waspada. *Elle* memperingatkan, beberapa pria mungkin memanfaatkan citra *performative male* untuk manipulasi—terutama dalam hubungan serius.
Jika kerentanan yang ditampilkan justru menjadi alat kontrol terhadap pasangan, hal itu bisa berbahaya. Beberapa *performative men* mungkin menggunakan kepribadian mereka sebagai jebakan untuk menarik calon korban.
Fenomena ini memang mencerminkan perubahan ekspresi maskulinitas, tetapi penting untuk tetap menjaga batas emosional dan mengenali tanda-tanda manipulasi yang terselubung.