
Jakarta – Mata merah sering dianggap sepele, padahal bisa menjadi pertanda masalah serius, mulai dari kelelahan biasa hingga kondisi yang berpotensi merusak retina dan mengancam penglihatan. Salah satu gangguan yang perlu diwaspadai adalah uveitis, peradangan pada lapisan tengah mata yang memerlukan penanganan tepat untuk mencegah komplikasi berbahaya.
Dr. Eka Octaviani Budiningtyas, Sp.M, menjelaskan dalam acara edukasi Gangguan Retina dan Uveitis oleh JEC Hospital & Clinic (17/9/2025), gejala uveitis tidak hanya mata merah, tetapi juga pandangan kabur, sensitivitas terhadap cahaya, dan rasa nyeri saat terpapar sinar terang. “Keluhannya bisa hilang timbul, jadi jika sering muncul, sebaiknya segera diperiksakan,” ujarnya.
Uveitis menyerang uvea, lapisan mata yang meliputi bagian depan hingga belakang, termasuk retina dan saraf optik. Tanpa penanganan, kondisi ini dapat merusak struktur mata dan berujung pada kebutaan. “Mata merah hanyalah alarm, tapi sumber peradangannya harus dicari. Uveitis bisa memicu glaukoma, katarak, bahkan kehilangan penglihatan permanen,” tegas dr. Eka, spesialis ocular infection and immunology.
Sayangnya, banyak pasien datang terlambat karena rendahnya kesadaran akan bahaya uveitis. “Di Indonesia, uveitis masih underdiagnosed. Deteksi dini dan edukasi masyarakat perlu ditingkatkan,” tambahnya.
Penyebab Uveitis
Penyebab uveitis beragam, mulai dari infeksi virus/bakteri, penyakit autoimun, hingga trauma fisik. Namun, 30-50% kasus tidak diketahui pemicu pastinya. “Kuman seperti TBC atau sifilis juga bisa memicu uveitis,” jelas dr. Eka.
Untuk diagnosis, dr. Referano Agustiawan, Sp.M(K), menyebutkan serangkaian pemeriksaan di JEC, seperti tes laboratorium, pencitraan fundus, dan USG mata. “Kami juga mengecek apakah ada penyakit autoimun yang mendasarinya,” ujarnya.
Penanganan cepat sangat menentukan keberhasilan terapi. Pengobatan meliputi antimikroba, tetes mata kortikosteroid, suntikan steroid, hingga obat imunosupresan. “Semakin awal diobati, risiko komplikasi semakin kecil,” pungkas dr. Eka.