
JAKARTA, KOMPAS.com – Insiden penghentian paksa sepeda motor di Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat, kembali menjadi sorotan. Polisi menegaskan bahwa pelaku yang terlibat bukan bagian dari tim *mata elang* atau *debt collector* resmi yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
AKP Parman Gultom, Kanit Reskrim Polsek Cengkareng, mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan ke pihak leasing tidak menemukan kaitan antara pelaku dengan perusahaan tersebut. “Tidak ada catatan bahwa pelaku terkait dengan leasing manapun,” jelasnya pada Senin (15/9/2025).
Hal ini memunculkan kecurigaan bahwa aksi penyetopan motor dilakukan sebagai modus kejahatan untuk merampas kendaraan secara acak dengan alasan tunggakan cicilan. “Kami menduga ini adalah upaya mencari korban,” tambah Gultom. Saat ini, penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap identitas pelaku.
Bagaimana Hukum Mengatur Hal Ini?
Melalui akun resminya, Polres Metro Jakarta Barat menekankan bahwa penarikan paksa kendaraan tanpa prosedur hukum yang sah merupakan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 365 KUHP, pelaku yang melakukan perampasan dengan kekerasan atau ancaman bisa dihukum penjara maksimal 9 tahun.
Jika kejahatan dilakukan secara berkelompok atau mengakibatkan luka berat, ancaman hukumannya meningkat hingga 12 tahun. Sementara itu, jika korban meninggal dunia, pelaku berisiko dihukum seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun.
Langkah Aman Hadapi *Debt Collector* di Jalan
Untuk menghindari menjadi korban, berikut langkah yang bisa diambil jika menghadapi situasi serupa:
1. Hindari berhenti di tempat sepi
– Tetap tenang dan cari lokasi yang ramai atau aman.
2. Segera menuju pos polisi terdekat
– Minta bantuan aparat jika merasa terancam.
3. Minta surat tugas dan sertifikat resmi
– *Debt collector* yang sah wajib menunjukkan Surat Tugas dari leasing dan Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI).
4. Dokumentasikan kejadian
– Rekam melalui video atau foto sebagai bukti jika terjadi pelanggaran.
5. Laporkan ke pihak berwenang
– Hubungi polisi (110), OJK (157), atau BPKN untuk pengaduan lebih lanjut.
Prosedur Sah Penarikan Kendaraan Bermotor
Penarikan kendaraan kredit diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam aturan ini, kendaraan yang dibeli melalui leasing masih bisa digunakan oleh debitur, tetapi kepemilikannya dijaminkan hingga cicilan lunas.
Adapun syarat penarikan yang sah meliputi:
– Sertifikat Jaminan Fidusia harus terdaftar.
– Proses eksekusi tidak boleh sepihak, harus melalui putusan pengadilan (berdasarkan Putusan MK No.18/PUU-XVII/2019).
– Penjualan kendaraan hasil eksekusi wajib diumumkan di media cetak minimal 1 bulan sebelumnya.
Siapa yang Boleh Melakukan Penarikan Kendaraan?
Menurut POJK No.30/POJK.05/2014, *debt collector* resmi harus memenuhi kriteria berikut:
1. Beroperasi di bawah badan hukum yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
2. Memiliki izin resmi.
3. Memegang sertifikat profesi dari PT Sertifikasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia.
4. Membawa surat tugas saat bertindak.
Jika persyaratan ini tidak dipenuhi, tindakan mereka ilegal dan dapat diproses secara pidana.
Kasus di Cengkareng ini mengingatkan pentingnya masyarakat memahami hak-hak hukum saat berhadapan dengan penarikan kendaraan. Penarikan tanpa prosedur sah adalah tindak pidana, bukan sekadar urusan utang. Masyarakat diimbau tetap waspada, tidak mudah terintimidasi, dan segera melapor jika mengalami pemaksaan di jalan.