
Kanker usus besar atau kanker kolorektal tetap menjadi salah satu penyakit mematikan yang menduduki peringkat tinggi dalam daftar penyebab kematian akibat kanker global. Meski demikian, kabar baiknya adalah deteksi dini dan penanganan tepat dapat meningkatkan peluang kesembuhan serta kualitas hidup pasien secara signifikan.
Keberhasilan penanganan kanker ini bergantung pada kolaborasi berbagai tenaga medis, mulai dari proses skrining, pemilihan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien, hingga perawatan pasca-pengobatan.
Pentingnya Skrining Dini
Dr. I Ketut Mariadi, Sp.PD-KGEH, dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterologi-hepatologi dari Siloam Hospitals, menekankan perlunya kesadaran akan pemeriksaan sejak dini. Ia mendorong tenaga medis, termasuk dokter umum dan internis, untuk aktif mengedukasi pasien dan memulai skrining pada usia 45 tahun.
“Banyak pasien baru datang saat kanker sudah stadium lanjut karena mengabaikan gejala awal atau merasa sehat,” ungkap Mariadi dalam Siloam Digestive Summit 2025.
Kanker kolorektal muncul dari pertumbuhan sel abnormal di usus besar atau rektum dan sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Oleh karena itu, skrining menjadi krusial, terutama bagi kelompok berisiko seperti individu di atas 45 tahun atau yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit serupa.
“Pemeriksaan sederhana seperti tes darah samar pada feses atau kolonoskopi bisa mendeteksi kanker lebih dini, sehingga peluang sembuh lebih besar,” jelas Mariadi dalam rilis resmi, Kamis (7/8/2025).
Peran Teknologi dalam Deteksi dan Terapi
Dr. Hasan Maulahela menyoroti kemajuan teknologi yang memungkinkan identifikasi lesi pra-kanker dan penanganan minimal invasif. “Endoskopi tidak hanya berfungsi sebagai alat deteksi, tetapi juga bisa menjadi sarana terapi jika dilakukan pada waktu yang tepat,” paparnya.
Setelah diagnosis ditegakkan, tim medis multidisiplin akan bekerja sama menentukan langkah pengobatan terbaik.
Pemilihan Terapi yang Tepat
Dalam forum yang sama, Dr. Wifanto Saditya Jeo, Sp.B-KBD, dokter spesialis bedah digestif, menjelaskan perkembangan teknik bedah modern, dari operasi terbuka hingga metode minimal invasif seperti laparoskopi dan robotik.
“Pendekatan saat ini tidak hanya berfokus pada kesuksesan prosedur, tetapi juga hasil jangka panjang, termasuk kualitas hidup pasien pascaoperasi,” ujar Wifanto.
Selain pembedahan, terapi sistemik seperti kemoterapi, imunoterapi, dan terapi target juga menjadi opsi untuk kasus stadium lanjut.
Dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik, menegaskan bahwa tujuan utama terapi bukan hanya memperpanjang usia, tetapi juga memastikan kehidupan yang berkualitas.
“Keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada kerja sama berbagai spesialis, mulai dari ahli bedah, onkolog, patolog, hingga nutrisionis,” ujarnya.
Kolaborasi Lintas Disiplin sebagai Kunci
Sebagai bagian dari komitmen dalam penanganan kanker kolorektal, Siloam Hospitals terus memperkuat layanan berbasis kolaborasi multidisiplin.
“Kolaborasi bukan sekadar jargon, melainkan kebutuhan nyata untuk membangun sistem perawatan yang holistik dan berdampak,” tegas Jeffry.
Dia menegaskan bahwa kanker kolorektal dapat dikelola dengan efektif asalkan terdeteksi sejak awal dan ditangani oleh tim medis yang terkoordinasi dengan baik.